Senin 01 Oct 2012 19:35 WIB

MUI: Akhiri Dendam Islam-Komunis

Rep: Indah Wulandari/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Ketua MUI, Amidhan
Foto: REPUBLIKA
Ketua MUI, Amidhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Tragedi kemanusiaan G 30 S tahun 1965 silam mengukir sejarah dendam antara dua pemilik ideologi, Islam dan komunis. Majelis Ulama Indonesia (MUI) ingin mengakhiri rantai serangan anak keturunan kubu tadi dengan penyelesaian yang merangkul kedua belah pihak.

 

"Halaqoh ini diselenggarakan atas desakan ormas yang protes pernyataan Komnas HAM terkait penyelidikan yang menyebutkan pembantai orang-orang PKI dari GP Ansor," terang Ketua MUI, KH Amidhan Saberah, saat membuka Halaqoh Kebangsaan Mengungkap Fakta dan Peristiwa Kelam Tahun 1965 di Gedung MUI Pusat, Senin (1/10).

Mantan anggota Komnas HAM ini pun berniat mewadahi berbagai pendapat terkait tragedi kemanusiaan yang menewaskan ratusan ribu nyawa anak bangsa ini.

Kehadiran beberapa tokoh seperti mantan Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Darat Letjen (Purn) Kiki Syahnakri, budayan Taufiq Ismail, mantan aktivis 1966 Harry Tjan Silalahi serta Fahmi Idris, dan sejarawan dari Universitas Padjajaran Prof Ahmad Mansur Suryanegara ikut membuka khazanah pemikiran peserta.

Kiai Amidhan berkesempatan mengungkapkan kembali teori tentang peran sentral peristiwa G 30 S 1965. Aktor tunggal utama, sebutnya, disinyalir PKI yang berusaha mengambil alih kepemimpinan nasional.  Teori lainnya menyatakan ada keterlibatan sebagian petinggi AD karena friksi internal, konspirasi intelijen internasional, presiden pertama RI Sukarni, agen Amerika CIA, dan para aktor yang saling bersinggungan dalam situasi kacau.

Meski MUI menyebut tegas dugaan utama aktor G30S adalah PKI, Amidhan tak ingin berlarut-larut membahasnya. MUI mendorong sebuah rekomendasi agar mengusut ketidakadilan pandangan antara sisi pelanggaran HAM dengan reaksi umat Islam yang dinilai bertanggung jawab atas kematian dari kalangan anggota PKI.

"Kita sebaiknya memaafkan, tapi tak boleh melupakan. Kita akan mengajukan rekomendasi pada pemerintah disertai data jelang peristiwa 1965 dan sebelumnya,"ulas Kiai Amidhan.

Nantinya rekomendasi dari halaqoh ini disampaikan pada jaksa agung sebagai sebuah pelanggaran HAM karena merekalah yang berwenang di penyelidikan. Amidhan berharap, respon baik pemerin dengan mengambil tindakan di ranah hukum.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement