REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan upaya penangkapan paksa yang dilakukan Polri terhadap anggotanya Kompol Novel Baswedan sebagai bentuk kriminalisasi terhadap lembaga antikorupsi tersebut.
Namun, pernyataan tersebut tidak disetujui Presiden Susilo Bambang yudhoyono (SBY). Dalam pidatonya di Istana Negara, Senin (8/10) malam, Presiden SBY mengatakan merujuk pada UUD 1945, semua warga negara sama kedudukannya dihadapan hukum.
Sehingga, lanjut presiden, jika warga negara Indonesia (WNI) terbukti melakukan tindakan kejahatan harus diproses secara hukum. Terlepas dia itu presiden, anggota Polri, DPR, TNI, KPK, wartawan.
"Kesamaan kedudukannya dalam hukum dengan pemahaman konstitusi maka jika ada anggota KPK melakukan pelanggaran hukum, tidak boleh dikatakan kriminilisasi KPK," ujar presiden.
SBY mengatakan, laporan yang diterima terkait dugaan pelanggaran hukum Kompol Novel Baswedan terjadi ketika Novel bertugas sebagai anggota Polri aktif pada 8 tahun lalu dan tidak terkait dengan tugasnya sebagai penyidik KPK saat ini.
"Di dalam hukum semuanya harus merujuk secara baik dalam hukum dan UU yang berlaku. Jangan misalnya ada anggota Polri yang melaksanakan tugas untuk melakukan penyidikan kasus SIM tersebut, tidak boleh. Sebaliknya, ada anggota yang divonis dilihat sebagai upaya kriminilisasi KPK," tandas Presiden.