REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) menyatakan masih ada pihak yang trauma dengan rezim karena memberlakukan sistem keamanan yang mengebiri kebebasan berkespresi.
Sistem keamanan seperti itu mengekang demokrasi sehingga masyarakat tidak dapat mengekspresikan pendapatnya dalam berbangsa dan bernegara.
"Kami tidak ingin RUU Kamnas seperti itu," jelas Sekjen PBNU, KH Marsudi Syuhud, saat dihubungi, Rabu (10/10).
Hal seperti itu dinilainya mengebiri kebebasan berekspresi setiap insan. Masing-masing individu memiliki hak untuk mengutarakan pendapatnya tanpa harus dikekang aparatur negara.
Pihaknya tidak ingin RUU Kamnas mengancam kebebasan beragama. Dulu, jelasnya, seorang kyai yang ingin tampil berceramah harus mendapat persetujuan Komandan Distrik Militer (Dandim).
"Kalau tidak dapat maka tidak bisa. Ini mengekang," kata Marsudi. Jika RUU Kamnas seperti itu, jelasnya, maka akan mendapatkan penolakan masyarakat luas.
Menurut Marsudi, RUU ini terkesan aneh, karena sudah akan dibahas di DPR padahal pihak pelaksana dari TNI dan Polri masih saling bertentangan, belum satu suara.
"Jadi, ini masih menuai kontraversi. Terlebih lagi masyarakat selaku obyek dari RUU ini, tentu akan memiliki pandangan sendiri," imbuhnya.
Pihaknya mengingatkan agar peraturan perundang-undangan tidak menghambat proses demokrasi yang selama ini sudah berjalan baik. "RUU apa pun harus mendapatkan persetujuan masyarakat. Jangan main putus sendiri," tandasnya.