REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Peneliti Keamanan Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr Yadi Haryadi mengimbau masyarakat untuk tidak khawatir dengan pemberitaan tentang beras arsenik. Isu yang akhir-akhir ini merebak menyebutkan beras impor dari Thailand mengandung arsenik.
Pasalnya, isu tersebut baru terbukti di Amerika, sementara di Indonesia hingga kini beras tersebut tidak diketahui keberadaannya. Imbauan yang sama ditujukan kepada media massa, untuk tidak membesar-besarkan pemberitaan yang belum pasti kebenarannya.
"Masyarakat tidak perlu galau terhadap isu ini, pemberitaan media massa juga jangan sampai membuat masyarakat panik," ujar Yadi yang juga staf pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) IPB ini. Ia pun mengimbau kepada pemerintah untuk memperketat masuknya bahan pangan ke Indonesia, termasuk beras.
"Tidak menutup kemungkinan ada bahan pangan tercemar yang lolos masuk ke Indonesia," kata dia. Lebih lanjut Yadi mengatakan, beras yang tercemar arsenik memang membahayakan tubuh karena efeknya baru dapat dirasakan setelah jangka waktu yang lama.
Kandungan arsenik dalam beras, tambahnya, kemungkinan karena tanah tempat menanam padi dan pupuk yang digunakan pun tercemar arsenik. "Dari sisi pengolahan sangat tidak mungkin adanya cemaran arsenik," katanya.
Yadi menegaskan, sebenarnya antisipasi terhadap beras arsenik tidak hanya pada beras import tetapi juga beras produk dalam negeri. Terutama jika padinya ditanam pada tanah yang mencurigakan, seperti bekas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) atau dekat dengan TPA.
Cemaran logam lainnya seperti merkuri pun dapat menempel pada beras jika didapatkan dari daerah yang digunakan untuk pengolahan emas secara liar. "Limbahnya bisa saja dibuang ke sungai yang mungkin mengairi persawahan," kata dia.