REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan siap menerima jika ada aduan ke Dewan Kehormatan Pemilihan Umum (DKPP) terkait Sistem Informasi Partai Politik (Sipol). Alasannya, aduan merupakan hak semua warga negara sehingga harus dihormati.
‘’Kami tentu akan merespon proses itu jika ditindaklanjuti ke DKPP. Kita akan menyampaikan hal-hal yang perlu disampaikan dan akan menjawab pertanyaan. Bagi KPU, ada dasar yang kuat untuk membuat kebijakan di dalam proses ini. Termasuk penggunaan sistem informasi,’’ kata Komisioner KPU, Juri Ardiantoro ketika dihubungi, Jumat (19/10).
Apalagi, lanjutnya, sistem itu merupakan bagian dari rencana untuk membangun jaringan informasi yang terintegritas. Jadi, nantinya tak menjangkau KPU. Namun juga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan DKPP. Meski pun untuk saat ini penggunaannya baru pada proses verifikasi partai politik.
Juri mengakui ada keterlibatan asing dalam pengadaan dan operasi Sipol melalui International Foundation Electoral System (IFES) yang mendapat kucuran dana dari USAID. Hanya saja, keterlibatan itu tidak secara langsung.
Keterlibatan itu, ujarnya, melalui peran tim prakarsa KPU yang berisi profesional dan dipastikan orang Indonesia. Beberapa nama yang disebut masuk dalam tim itu yaitu Ramlan Surbakti dan Siti Zuhro.
Dana itu pun tak langsung masuk ke KPU, melainkan melalui Bappenas. Artinya, kata dia, dana itu diperoleh secara resmi. Sehingga KPU semata hanya menerima manfaat dari dana itu. Ia pun menekankan kalau proses penggunaan sistem itu berada di bawah kontrol KPU secara langsung.
‘’Secara struktural dia (operator) bukan orang IFES, tapi orang yang dibayar IFES. Tapi melalui kerja sama resmi yang telah berlangsung lama. Seperti terjadi pada lembaga-lembaga lain, semisal Mendagri dan sebagainya,’’ jelas dia.
Ia pun mengaku siap jika Bawaslu berniat melakukan penyelidikan terhadap Sipol. Hanya saja, tetap harus melalui prosedur kerja mengenai proses pengawasan.