REPUBLIKA.CO.ID, TEPI BARAT -- Pemilu digelar di Tepi Barat Palestina namun tidak melibatkan Hamas dan rakyat di Gaza. Beberapa warga Palestina menyambut baik pemilu tersebut.
Namun sebagian lain bersikap skeptis terkait prospek perubahan pascapemilu.
Salah seorang warga, Mohammad Zahdeh (60 tahun) mengaku tak berharap banyak dari pemilu tersebut. Menurutnya tak ada kandidat yang memenuhi syarat.Hal serupa juga dikatakan Abu Abdullah (56 tahun). Pria asal Hebron tersebut bahkan menganggap pemilu tersebut sebagai sebuah lelucon.
"Ini adalah sebuah lelucon, bukan sebuah pemilihan umum. Kami ingin pemilu yang nyata yang mewakili suara kami, yakni hanya orang-orang yang mampu melayani negara dan tidak sekedar memberikan slogan politik lah yang terpilih. " ujarnya.
Pemilu Palestina tersebut masih akan dihelat pada Rabu (24/10) esok di 82 kota. Sabtu kemarin, baru 93 dari 354 kota di Tepi Barat yang telah melakukan pemilihan. Sementara 179 lokasi lain telah menetapkan pilihan.
Dalam pemilu tersebut, sekitar 2 ribu pasukan keamanan dikerahkan. Dalam jumlah yang sama, pemantau pemilu juga dikerahkan dengan 130 orang diantaranya dari luar negeri.
Utusan PBB untuk perdamaian, Robert Serry mengatakan, pemilu sangat penting bagi rakyat Palestina mendapat kesempatan setelah keterlambatan yang panjang dalam pemilihan lokal.
Pemilu tersebut juga dapat mengikutsertakan rakyat dalam keputusan yang akan mempengaruhi kehidupan mereka. "Saya harap pemungutan suara kali ini berfungsi sebagai awal pemilihan umum tahun depan agar lebih terorganisir di seluruh wilayah Palestina, dalam konteks rukunnya Hamas dan Fatah," tuturnya