Rabu 24 Oct 2012 13:25 WIB

Baru Disahkan, UU Pangan akan Digugat

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Kedaulatan Pangan (ilustrasi)
Foto: ANTARA
Kedaulatan Pangan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Serikat Petani Indonesia (SPI) bersama sejumlah organisasi masyarakat akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-undang Pangan yang baru saja disahkan oleh DPR RI, Kamis (18/10) lalu. 

Ketua Umum DPP SPI Henry Saragih mengatakan gugatan ini dilakukan karena UU Pangan dinilai tidak mampu menjawab masalah pangan yang berkembang di tanah air.  Selain itu, UU Pangan dinilai merugikan petani pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

"Kita akan pelajari dengan lebih seksama pasal-pasal mana yang bertentangan dengan konstitusi.  Ini yang perlu dikonsultasikan dengan ahli hukum," tutur Henry kepada wartawan dalam temu pers di Sekretariat Pusat SPI, Rabu (24/10).

Henry menjelaskan, dari hasil kajian awal terhadap draft UU Pangan, SPI melihat sejumlah celah yang menunjukkan abainya DPR dan Pemerintah terhadap masalah pangan. 

Salah satunya adalah negara tidak diwajibkan menghapus kelaparan yang melanda masyarakat.  Padahal, kata Henry, dalam Pasal 34 Undang-undang Dasar 1945 telah disebutkan kewajiban negara untuk menjamin kehidupan fakir miskin dan anak-anak telantar, termasuk dari ancaman kelaparan.  

Ketua Departemen Kajian Strategis DPP SPI Achmad Ya'kub mengatakan salah satu pasal yang akan digugat adalah Pasal 123.  Dalam pasal ini diatur mengenai orang asing yang dapat melakukan penelitian pangan untuk kepentingannya di wilayah NKRI.  Ketentuan itu, nilainya, sangat berbahaya karena sumber-sumber keanekaragaman hayati lokal dapat berpindah ke tangan pihak asing.

Terlebih di Pasal 124 disebutkan Pemerintah memfasilitasi dan memberikan perlindungan hak atas kekayaan intelektual terhadap hasil penelitian dan pengembangan pangan serta pangan lokal unggulan. 

Sehingga, produk pangan hasil penelitian dan pengembangan pangan serta pangan lokal unggulan yang dilakukan oleh orang asing dapat dipatenkan. "Ini merupakan permasalahan tersendiri.  Kita bisa kehilangan plasma nutfah kita," kata Achmad.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement