REPUBLIKA.CO.ID, PBB telah menyerukan ketenangan sementara terkait angka kematian meningkat yang menjadi hampir 60 dalam kekerasan antara etnik Rakhine yang Budhist dan kaum Rohingya yang Muslim. Pejabat Informasi Rakhine mengatakan, 56 orang, termasuk 31 wanita, telah tewas dan 64 cedera sampai Rabu (24/10) malam.
Akses ke negara bagian Rakhine sangat terbatas dan informasi sulit diverifikasi, tapi para saksi mata mengatakan, paling sedikit tiga orang lagi tewas pada Kamis (25/10), seperti dilaporkan Radio Australia.
Kerusuhan telah meluas ke beberapa kota, termasuk Kyaukpyu, yang penting bagi perdagangan, di mana sebuah proyek pembangunan pipa Cina-Myanmar bernilai miliaran dolar akan dimulai.
Koordinator kemanusiaan PBB di Myanmar, Ashok Nigam, menyerukan semua pihak menahan diri, dan mengatakan, banyak orang dilaporkan mengungsi ke kamp-kamp yang sudah kelewat padat dekat ibukota negara bagian, Sittwe.
Kantor Presiden Myanmar, Thein Sein, telah merilis sebuah statement yang disiarkan di televisi pemerintah bahwa komunitas internasional sedang mengamati Myanmar dan kekerasan itu merugikan kepentingan negara.
Amerika Serikat, yang telah mencabut sanksi-sanksi atas Myanmar ketika hubungan dengan pemerintah reformis membaik, menyatakan sangat prihatin tentang kekerasan itu dan mendesak semua pihak agar menahan diri dan segera menghentikan serangan.