REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Pengadilan Turki hari ini mengadili anggota militer Israel yang terlibat dalam penyerangan Kapal Mavi Marmara. Namun, Israel menolak tuntutan Turki untuk meminta maaf.
Padahal, permintaan Turki tersebut sebagai prasyarat untuk memulihkan hubungan kedua negara yang sebelumnya bersekutu. Namun hukuman Turki diragukan dapat ditegakkan. Israel memandangnya sebagai pengadilan palsu yang memicu propaganda anti-Israel.
Insiden terjadi ketika pasukan angkatan laut Israel mencegat Kapal Mavi Marmara yang mengangkut 600 aktivis pro Palestina menuju pantai Gaza, 31 Mei 2010 lalu. Komando Israel mencegat kapal di perairan internasional kemudian menewaskan sembilan aktivis Turki dan melukai tujuh komando Turki.
Israel mencegat kapal tersebut terkait blokade yang diberlakukan atas Gaza saat itu. Negeri Zionis bersikeras pasukan mereka membela diri saat diserang aktivis Turki di kapal. Kedutaan Israel di Ankara menyebut pengadilan kasus tersebut merupakan tindakan politik sepihak tanpa kredibilitas peradilan.
Kedubes Israel mengatakan kasus tersebut harus ditangani melalui dialog antara Israel dan Turki. PBB menyatakan blokade Israel atas Gaza merupakan tindakan keamanan yang sah. (baca: Turki Adili Militer Israel Terkait Kasus Mavi Marmara).
Sementara tentara Israel saat itu menghadapi perlawanan dan kekerasan di atas kapal. Meski demikian, laporan PBB pada September 2011 menilai tindakan tentara Israel naik ke kapal menggunakan kekuatan besar dianggap berlebihan dan tak dapat diterima.
Penyelenggara armada dalam upaya misi tersebut pun dianggap telah bertindak ceroboh. Pascainsiden tersebut, hubungan antara Israel dan Turki retak. Hubungan diplomatik kedua negara turun drastis. Bahkan Kedubes Israel diusir dari Turki.
Keretakan hubungan terus berlanjut meski AS telah ikut campur dalam pemulihan hubungan. Mengingat kerjasama regional kedua negara sangat penting dalam konflik di Timur Tengah.
Israel maupun Turki berada di perbatasan Suriah. Kerjasama latihan militer bersama antar kedua negara pun pupus sudah pascainsiden tersebut.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu mengatakan hubungan Israel dan Turki perlu diperbaiki. Namun beragam upaya pemulihan hubungan strategis telah gagal.
Wakil Menteri Luar Negeri Israel, Danny Ayalon berharap hubungan kedua negara dapat diperbaiki, mengingat keretakan hubungan berimbas luas pada NATO dan pasukan Amerika Serikat.
Israel telah menyatakan permintaan maaf dan memberikan kompensasi bagi korban sesuai permintaan Turki. Namun Turki meminta blokade Gaza dihapuskan.