REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, meminta SBY mencabut grasi yang diberikan kepada narapidana Lapas Wanita Tangerang, Mairika Franola alias Ola. Yusril mengatakan, pencabutan grasi lebih efektif dibandingkan harus mengadili kembali Ola.
"Padahal diberi grasi sudah seumur hidup, diadili lagi nanti dihukum apa?" kata dia, saat dihubungi, Rabu (7/11).
Presiden SBY dinilai telah kecolongan dalam memberikan grasi kepada terpidana narkoba, Mairika Franola alias Ola. Sebab, Ola terbukti masih mengendalikan jaringan narkoba internasional dari balik penjara setelah menerima grasi.
"Grasi para Franola kini menjadi bumerang karena presiden SBY kurang berhati-hati. Bahkan presiden SBY adalah presiden RI pertama yang memberi grasi kasus narkoba," ujar Yusril.
Dia menyatakan, terpidana terbukti menyalahgunakan pemberian grasi yang berdasarkan kemurahan hati presiden. Atas dasar itu, presiden berhak melakukan pencabutan grasi yang terlanjur diberikan.
Ola merupakan terpidana narkoba yang mendapat vonis mati pada Agustus 2000 lalu. Dia bersama dua orang sepupunya, Deni Setia Maharwa dan Rani Andriani terbukti bersalah menyelundupkan 3,5 kilogram heroin dan 3 kilogram kokain melalui Bandara Soekarno-Hatta dalam perjalanan menuju London pada 12 Januari 2000.
Ola yang divonis hukuman mati lalu mendapat grasi dan hukumannya menjadi hukuman seumur hidup karena dinilai telah berperilaku baik selama masa penahanan. Tetapi, belakangan BNN menyatakan Ola terbukti mengendalikan peredaran narkoba meskipun telah mendapat grasi.