REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kartu Jakarta Sehat (KJS) ternyata merupakan kelanjutan dari Gakin atau Jamkesda yang sebelumnya pernah dikeluarkan Dinas Kesehatan DKI Jakarta pada masa kepemimpinan Fauzi Bowo, mantan Gubernur DKI Jakarta periode 2007-2012.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Dien Emmawati, secara sistem dan jaminan, KJS dan Gakin atau Jamkesda adalah sama. Namun di KJS ada sistem yang diperbaiki, yaitu sistem online nya.
Di KJS terdapat sistem barcode yang apabila digesek akan tampil rekam medis sang pasien. Mulai dari kepesertaannya, pernah di rawat di rumah sakit mana hingga jenis penyakit yang pernah diderita akan muncul. Sehingga pihak Dinkes pun akan lebih mudah dalam pemantauannya.
"Pemantauan misalnya di rumah sakit X sudah penuh jadi jangan masuk, Dinkes atau Puskesmas akan menyarankan untuk mencoba rumah sakit lain yang kapasitasnya masih longgar. Jadi pemantauan kartu secara online tadi. Makanya dikatakan hari ini ujicobanya karena secara online mulai dilakukan hari ini,"terang Dien.
Pada intinya, kata Dien, tidak ada perbedaan antara KJS atau Gakin dan Jamkesda. Masyarakat pun jangan terpancing dengan isu perbedaan penggunaan kartu."Nanta kalau persepsinya beda rame-rame lagi demo ke balaikota. Pelaksananya tetep jamkesda, nggak ada Askes. Tetap kita kelola jamkesda,"tegasnya.
Diharapkan Dien, ke depannya tidak ada rumah sakit yang pasiennya berjubel-jubel. Karena bila berjubel tandanya memang tidak ada tempat sehingga menimbulkan persepsi buruk bagi pelayanan kesehatan di rumah sakit meskipun alasan penolakanna karena minimnya kamar di rumah sakit tersebut. "Sistem ini bisa mendeteksi masalah seperti itu,"sebutnya.
Selain itu di KJS semua layanan kesehatan puskesmas juga digratiskan. Para warga tidak perlu membawa surat tanda keterangan miskin (SKTM) bila berobat ke puskesmas. Alasannya karena untuk memangkas birokrasi yang panjang dalam proses pembuatan SKTM.
Dien menargetkan pada akhir 2013 semua warga miskin dan rentan akan mendapat KJS. KJS sendiri hingga akhir 2012 akan dicetak sebanyak 4,7 juta kartu. "Ya memang penghitungan kita hanya 4,7 juta. Artinya kan memang ada yang sudah punya kartu asuransi misalnya orang kaya, yang kayak gitu kan pasti punya jaminan kesehatan, ya itu yang nggak masuk ke sini,"jelasnya.