REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pedagang bakso yang mengantongi sertifikat halal di Indonesia hingga kini masih minim jumlahnya.
Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Lukmanul Hakim mengatakan perbandingan jumlah pedagang bakso bersertifikat halal saat ini sekitar 100 orang dari 50.000 pedagang. "Jumlah tersebut masih di bawah satu persen," kata dia.
Menurut Lukman, penyebab masih sedikitnya pedagang bakso yang mengantongi sertifikat halal adalah permasalahan pada pasokan daging dan proses produksi bakso yang tidak sesuai dengan Sistem Jaminan Halal MUI.
Permasalahan pasokan, lanjutnya, yaitu karena ada daging sapi yang dioplos dengan babi. Jumlah daging babi yang sedikit tidak akan kelihatan dengan kasat mata.
"Mereka beli daging di pasar, dimana daging sapi berdekatan dengan daging babi. Biasanya daging babi direndam oleh darah sapi. Apalagi daging oplosannya itu sudah terbentuk gilingan," kata dia.
Sulit bagi LPPOM, lanjutnya, untuk mengontrol perdagangan babi karena diluar kewenangan sehingga akan diadakan kerjasama dengan beberapa pihak untuk mengatasi masalah ini. "Sudah banyak kerugian yang ditimbulkan baik pedagang bakso, pedagang daging sapi, dan juga konsumen," ujar dia.
Hal kedua, alat penggilingan dipakai bersama untuk memproses atau mengolah daging sapi. Jasa penggilingan di pasar biasanya tidak peduli dengan apapun yang dibawa sehingga ini merupakan titik krisis tercemar.
"Pedagang bakso itu biasanya menggiling daging di pasar. Alat penggilingan itu sendiri boleh jadi menggiling daging antara yang halal dan yang haram sehingga tercemar," kata dia.
Karena itu, pedagang bakso tidak bisa kasih sertifikat halal karena unsur di dalam mengolah daging tidak sesuai dengan Sistem Jaminan Halal.