REPUBLIKA.CO.ID,BANJARMASIN--Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalimantan Selatan kesulitan mensosialisasikan fatwa haram tentang pengrusakan lingkungan.
Ketua MUI Kalsel Akhmad Makkie mengatakan, pihaknya beberapa kali melakukan sosialisasi tentang fatwa haram bagi perusak lingkungan. Namun setiap kali diundang, para pemimpin perusahaan pertambangan, perkebunan, kehutanan tidak pernah hadir.
"Setiap kami melakukan sosialisasi, yang datang hanya stafnya. Ini menjadi salah satu kendala fatwa menjadi kurang efektif," kata Makkie, Rabu, (19/12).
Fungsi pengawasan terkait pelaksanaan fatwa dan lingkungan, kata Makkie, adalah kewenangan pemerintah dan aparat keamanan.
MUI, ujar Makkie, hanya mengeluarkan fatwa bahwa pengrusakan lingkungan adalah haram. Sebab membawa kerusakan dan kerugian bagi umat.
Menurut Makkie, saat ini pemerintah dan para pengusaha di daerah, masih banyak yang belum peduli terhadap lingkungan.
Sejumlah fatwa terkait lingkungan yang diterbitkan MUI kurang mendapat tanggapan dan belum diterapkan di daerah.
"Di dalam agama dinyatakan merusak lingkungan itu dilarang. Tetapi saat ini kondisi kerusakan lingkungan semakin parah, termasuk di Kalsel,"kata Makkie.
MUI telah mengeluarkan tiga fatwa terkait lingkungan, yaitu fatwa haram penebangan liar dan penambangan tanpa izin, juga fatwa haram pembakaran hutan dan lahan, pada 2006.
MUI Kalsel juga menerbitkan fatwa kegiatan pertambangan ramah lingkungan pada 2010 lalu.
"Apaka fatwa tersebut bisa memberikan dampak bagi perbaikan lingkungan Kalsel, kami tidak melakukan pengawasan secara langsung," kata Makkie.