REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kehidupan di Mesir tampak semakin sulit seiring terjadinya inflasi karena penurunan nilai mata uang negara yang dipimpin oleh Mohamed Moursi itu.
Setelah pound Mesir mengalami penurunan 3,2 persen terhadap dolar di pekan ini beberapa importir dan pelaku bisnis menjadi ragu untuk berinvestasi.
Mesir merupakan negara pengimpor berbagai bahan makanan seperti gula, teh dan minyak goreng.
Sekitar dua per lima rakyat negara itu hidup di bawah garis kemiskinan dengan penghasilan kurang dari dua dolar AS per hari. Mereka sangat tergantung subsidi bahan makanan dari pemerintah.
Meski bahan pokok mendapat subsidi tetapi komoditi impor lainnya tetap mengalami kenaikan harga yang dapat memicu kerusuhan masal.
"Kami harus menaikkan harga, itu terpaksa kami lakukan atau kami bangkrut,' kata Manajer Pelaksana Global Counter and Trade Corporation Sherif Abouzeid. Perusahaan tersebut merupakan importir teh India yang dijual untuk pasar kelas bawah.
"Masyarakat sedang dalam keputusasaan bahkan untuk membeli secangkir teh saja mereka kesulitan."
Nilai pound Mesir terus menurun pada Rabu yang melemah menjadi 6,39 terhadap dolar AS atau turun dari 6,185 pada pekan lalu.
Setelah Hosni Mubarak dilengserkan, Bank Sentral Mesir menggunakan cadangan devisa untuk mempertahankan nilai tukar uang. Pada pekan lalu, pound menurun enam persen sejak 23 bulan terakhir.
Namun mereka tidak memiliki cadangan yang cukup untuk terus mempertahankan pound. Justru yang terjadi persediaan devisa terus berkurang dari 36 miliar dolar AS menjadi 15 miliar.
Nilai terakhir tidak akan mampu memenuhi kebutuhan impor 83 juta rakyat mesir dalam tiga bulan mendatang.
Penurunan cadangan devisa dan inflasi akan memperburuk kinerja pemerintahan Mursi yang sedang berusaha memperbaiki ekonomi yang hancur dalam dua tahun terakhir.
Mesir membutuhkan pinjaman luar negeri dari IMF meski harus ditempuh dengan membuat kebijakan kurang populer yaitu menaikkan pajak.
Di tengah pemilihan umum yang akan segera berlangsung dua bulan lagi, tangan politik Ikhwanul Muslimin, FJP, justru menjaga jarak dari sejumlah kebijakan Mursi termasuk penaikan pajak.
FJP merupakan partai terbesar di parlemen yang dibubarkan pengadilan pada Juni.
Dengan popularitas Ikhwanul Muslimin dan ekonomi mesir yang terancam membuat posisi Mursi akan semakin sulit dalam pemilihan.