REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Rencana Kementerian Pertahanan (Kemenhan) membangun desk Pengendali Pusat Kantor Pertahanan (PPKP) di setiap provinsi mendapat sorotan Ketua Komnas HAM, Otto Nur Abdullah.
Menurut dia, kebijakan Kemenhan itu merupakan bahasa tubuh politik yang merefleksikan gairah militerisme bakal bangkit lagi.
Ia menengarai kebangkitan militeristik itu terlembaga hingga ke daerah sehingga harus mengubah postur institusi.
Bahkan, ia menyebut pembangunan desk PPKP sebagai satu kesatuan dengan Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional (RUU Kamnas). “Bagi warga negara yang dibesarkan di periode Orde Baru, hal demikian sesuatu yang sensitif,” kata Otto, Rabu (9/1).
Upaya resentralisasi kekuatan aparat bersenjata ke dalam sebuah institusi negara sedang coba diwujudkan lagi pascareformasi. Hanya, kata Otto, rencana itu dilakukan dalam sebuah institusi negara.
Bedanya, sekarang terkesan ad hoc, bukan permanen seperti Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) zaman Orde Baru.
“Bagi para korban dan ahli warisnya kebijakan ini potensial menimbulkan pelanggaran HAM besar-besaran dan sistematis, yang berujung pada sakralisasi aparat negara,” kritik mantan pendiri Imparsial itu.
Selaku komnas HAM, Otto khawatir ke depannya aparat bisa bertindak lebih brutal tanpa terkontrol dalam menghadapi rakyat.
“Ada apa ke depan sehingga perlu adanya kebijakan yang antisipatif begitu?” ujarnya. “Kalau tidak dikelola dengan kaidah demokrasi akan bisa menimbulkan pelanggaran HAM yang meluas.”