Ahad 13 Jan 2013 17:49 WIB

Oknum Aparat Desa Pungli E-KTP

Rep: Ita Nina Winarsih / Red: Setyanadivita Livikacansera
Seorang pegawai Kelurahan menunjukan e KTP yang sudah jadi di kantor Kelurahan.  (Ilustrasi)
Foto: Prayogi
Seorang pegawai Kelurahan menunjukan e KTP yang sudah jadi di kantor Kelurahan. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, KARAWANG -- Pungutan liar (Pungli) mewarnai distribusi E-KTP di sejumlah wilayah di Karawang. Pungli tersebut, dilakukan oleh oknum aparat desa.

Adapun besarannya bervariasi, antara Rp 5 ribu sampai Rp 20 ribu per jiwa. Pungutan ini mendapat protes dari masyarakat. Sebab, sangat membebani, terutama, bagi warga tak mampu.

Darsih (49 tahun), warga Dusun Bakan Jember, Desa Karangtanjung, Kecamatan Lemahabang, mengatakan, E-KTP tersebut telah dibagikan dua hari yang lalu. Namun, saat warga hendak mengambilnya ke kantor desa, ternyata harus menebus.

Tebusan dengan uang sebesar Rp 5 ribu, bagi warga yang masih memiliki KTP lama. Sedangkan, bagi warga yang KTP lamanya hilang, harus menebusnya sebesar Rp 20 ribu. 'Katanya gratis, tapi kenapa kami harus membayar saat akan mengambil E-KTP," kata dia, Ahad (13/1).

Kebijakan tersebut, jelas sangat memberatkan. Apalagi, Darsih harus mengeluarkan uang sebesar Rp 80 ribu, untuk menebus empat E-KTP, yaitu miliknya, milik suami, dan kedua anaknya.

Kebetulan, empat KTP yang lama hilang semua. Jadi, terpaksa Darsih mengeluarkan uang cukup besar untuk kartu kependudukan tersebut.

Diakuinya, alasan oknum aparat desa meminta uang ke warga untuk biaya operasional. Termasuk, uang bensin bagi aparat desa yang telah mengambil E-KTP dari kecamatan. Karenanya, warga dibebani Rp 5 ribu ketika akan mengambil E-KTP.

Sedangkan uang sebesar Rp 20 ribu, keperluannya untuk biaya operasional serta mengurus surat kehilangan. Apalagi, E-KTP ini tidak bisa diambil bila tak ditukar dengan KTP lama yang masih aktif masa berlakunya. Jadi, warga yang KTP lamanya tak aktif, juga kena tambahan biaya Rp 20 ribu.

Secara terpisah, Kades Karangligar, Eneng Komariah mengaku tidak pernah memerintahkan bawahannya memungut uang pendistribusian E-KTP ke masyarakat. Bahkan, pungutan ini sebenarnya dilarang.

Sebelumnya, memang ada usulan biaya sebesar Rp 2 ribu. Usulan itu, kemudian ditolak. "Tapi ternyata, oknum ini malah meminta jauh lebih besar yaitu Rp 5 ribu per warga," ujar Eneng.

Apapun alasannya, pungutan itu tetap tidak boleh. Kalau memang ada oknum yang tetap berani melakukan pungutan, itu diluar sepengetahuan, akan segera ditelusuri. Oknum tersebut, kata Eneng, akan diberi peringatan. Bahkan, bila terbukti uangnya harus segera dikembalikan ke masyarakat.

Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Karawang, Eka Sanatha menegaskan, dari mulai proses perekaman hingga pendistribusian E-KTP, semuanya digratiskan. Jadi, tak ada kewajiban bagi warga untuk membayar uang dengan tujuan menebus E-KTP tersebut. "Jika kemudian di lapangan ada oknum yang berani melakukan pungutan, itu termasuk kategori liar," jelasnya.

Bila ada oknum yang nakal, maka harus diproses. Sanksi tegas ini, harus diberikan kepada oknum tersebut. Supaya, jadi efek jera bagi aparat lainnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement