REPUBLIKA.CO.ID, HAVANA -- Kelompok gerilya FARC mengumumkan berakhirnya gencatan senjata secara sepihaknya dengan pemerintah Kolombia Ahad (21/1). Pengumuman ini dilontarkan FARC menyusul belum adanya respon positif dari Presiden Juan Manuel Santos terkait gagasan gencatan senjata bilateral.
"Dengan sedih kami harus mengakui kembalinya tahap perang militer, yang tidak diinginkan siapa pun," kata ketua perunding FARC Ivan Marquez kepada wartawan pada pembukaan kembali perundingan dengan perwakilan pemerintah Kolombia, Ahad.
Marquez, orang kedua Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia (FARC), mendesak pemerintah mempertimbangkan lagi kemungkinan gencatan senjata bilateral dan penghentian permusuhan, agar perundingan perdamaian bisa dilaksanakan dalam suasana yang aman.
Ia mengharapkan penyelesaian yang bisa menghindarkan penduduk dari penderitaan yang lebih besar.
Para pejabat Kolombia menganggap gencatan senjata sebagai taktik negosiasi dan Presiden Juan Manuel Santos memperingatkan pemberontak agar tidak memulai lagi serangan gerilya.
Delegasi pemerintah Kolombia, yang dipimpin oleh mantan Wakil Presiden Humberto de la Calle, tidak memberikan pernyataan kepada wartawan menjelang pembicaraan Ahad itu.
Kelompok oposisi Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia (FARC) pada November lalu menyatakan gencatan senjata secara sepihak selama dua bulan dengan pemerintah Kolombia.
Pernyataan tersebut disampaikan pihak FARC saat melakukan negosiasi perdamaian dengan pemerintah setelah hampir setengah abad dilanda peperangan.
Ivan Marquez pada saat itu mengatakan, FARC akan menghentikan semua serangan operasi militer dan tindakan sabotase infrastruktur dimulai sejak Senin, 19 November malam hingga 20 Januari 2013.