REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Terdakwa kasus pemberian suap kepada mantan bupati Buol Amran Batalipu, Siti Hartati Murdaya, mengaku ingin tetap ditahan di rumah tahanan KPK di Detasemen Polisi Militer (Denpom) Guntur Kodam Jaya.
"Mengingat KPK kemarin kebanjiran dan tahanan hampir 'kesetrum', kami memohon agar ditempatkan ke rutan sekarang yaitu di Guntur," kata pengacara Hartati, Denny Kailimang, dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Sejak Kamis (17/1), Hartati yang didakwa menyuap untuk mendapat Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan Hak Guna Usaha (HGU) bagi perusahaannya, dipindahkan ke rutan KPK cabang Denpom Guntur Kodam Jaya karena gedung KPK di Jalan Rasuna Said terkena banjir dan berakibat matinya aliran listrik.
Namun Jaksa Penuntut Umum KPK Yudi Kristiana mengatakan bahwa pemindahan tahanan ke Guntur merupakan masalah teknis.
"Karena darurat maka dipindahkan ke Guntur ini masalah teknis, kalau perbaikan sudah selesai nanti akan dipindahkan lagi jadi sifatnya sementara," kata Yudi.
Sebelumnya juru bicara KPK Johan Budi mengatakan bahwa waktu perbaikan rutan KPK memakan waktu sekitar satu minggu sehingga sembilan tahanan KPK baru dapat kembali ke gedung KPK pada pekan depan.
Denny berargumen bahwa Hartati mengalami trauma karena kondisi di KPK pada Kamis pagi. "Ibu trauma, alangkah lebih tepatnya ditetapkan agar ditahan di Guntur, karena saat banjir ibu hampir kesetrum saat berada di kamar mandi," jelas Denny.
Menanggapi permintaan tersebut ketua majelis hakim Gusrizal mengatakan bahwa keputusan berada di KPK. "Kami serahkan teknisnya kepada KPK," kata Gusrizal.
Dalam pledoinya, Hartati juga meminta agar hakim memberikan putusan objektif dan adil.
"Visi saya adalah memperjuangkan karyawan dan banyak orang yang menggantungkan penghidupannya kepada saya, saya dalam usia 67 tahun saya sudah tidak punya waktu banyak untuk produktif sehingga saya mohon agar sesegera mungkin dibebaskan agar dapat mengabdi kepada agama dan kemanusiaan," jelas Hartati.
Sambil terisak, ia menjelaskan bahwa hidupnya berubah sejak KPK menahan mantan anggota Dewan Ekonomi Nasional tersebut pada 12 September 2012.
"Saya yang sebelumnya produktif berkarya sekarang menjadi pengangguran, sebelumnya produktif dalam berusaha di berbagai bidang dan mendukung pemerintah mengentaskan kemiskinan, termasuk kegiatan sosial menjadi tidak dapat melakukan apa-apa. Saya berpisah dengan karyawan saya, kegiatan usaha, kegiatan kerohanian, sampai-sampai pada Oktober lalu saya tidak dapat menghadiri pernikahan anak saya," kata Hartati sambil menangis.
Dalam perkara tersebut Hartati dituntut lima tahun penjara dan denda Rp250 juta karena menyuap Amran Batalipu sebagai penyelenggara negara sebanyak Rp3 miliar dalam masa kampanye pemilihan kepala daerah (pilkada).