REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Calon hakim Agung Daming Sanusi akhirnya menjawab semua tudingan kepada dirinya, terkait pernyataan dia di depan Komisi III DPR, Senin (14/1) lalu. Kepada Republika Online, Daming meminta maaf kepada publik karena pernyataannya untuk kasus pemerkosaan antara pelaku dan korban ada kemungkinan menikmati."Saya dimarahi, termasuk oleh anak dan isteri. Saya meminta maaf kepada masyarakat, anak isteri, dan keluarga saya karena kata-kata saya dianggap tidak berpihak kepada korban perkosaan," katanya, Senin (21/1).
Menurut Daming, pernyataan yang dikeluarkannya di depan para penguji fit and proper test Hakim Agung, konteksnya bahasa hukum. ''Sesaat setelah saya ditanya soal hukuman mati bagi pemerkosaan, saya jawab dengan bahasa yang saya gunakan dalam materi persidangan,'' katanya.
Ia cukup kaget ketika ternyata beberapa anggota DPR tertawa setelah mendengar jawaban itu. ''Saya jadi bingung, apalagi karena suasana menjadi ramai dan gaduh,'' katanya.
Tak terpikir sedikitpun bahwa kemudian pernyataannya ini malah menyudutkan dia. ''Setelah pertanyaan itu, pertanyaan yang diajukan kepada saya berbeda. Jadi saya hanya melanjutkan jawaban sesuai dengan pertanyaan para penguji,'' paparnya.
Daming yang sekarang menjadi Ketua Pengadilan Tinggi Banjarmasin mengaku sebenarnya pertanyaan yang diajukan oleh anggora DPR itu seputar pelaku korupsi, narkoba dan pemerkosa dihukum mati. "Saya jawab untuk pelaku korupsi dan narkoba setuju dihukum mati, namun untuk kasus perkosaan harus dilihat dulu apakah pelaku dan korban sama-sama menikmati," katanyam menjelaskan.
Kalimat 'menikmati' itu biasa ditanyakan oleh hakim yang menyidangkan kasus perkosaan baik untuk terdakwa maupun korban. ''Saya sebenarnya mendorong supaya tindak pidana perkosaan murni dihukum berat. Karena di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) hukuman bagi pelaku kejahatan perkosaan tidak sampai pada ancaman hukuman mati,'' katanya.
Pada Pasal 285 KUHP berbunyi "Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun".
Sebagai hakim yang juga pernah menangani kasus perkosaan, untuk mencari kebenaran material terjadinya perkosaan atau tidak, maka pertanyaan hakim apakah pelaku menikmati atau tidak itu harus ditanyakan. "Sidang kasus perkosaan biasanya menanyakan hal-hal seperti itu. Karenanya dinyatakan tertutup," katanya.