REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Keluarga TKI termasuk kelompok mayarakat yang beresiko tertular virus HIV/AIDS. Seperti dituturkan konselor VCT Rumah Sakit Margono Soekarjo, Dewi Nilamsari, untuk pasien di kliniknya saja, ada 32 orang mantan TKI dan keluarganya yang sudah terjangkit virus HIV/AIDS.
''Jumlah TKI dan keluarganya yang sudah terjangkit virus HIV/AIDS tersebut, kami catat sejak 2006,'' kata Dewi dalam lokakarya 'Peningkatan Pengetahuan Suami Buruh Migran Indonesia (BMI) tentang HIV/AIDS' di Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPMM) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Selasa (22/1).
Yang memprihatinkan, kata dia, dari jumlah 32 mantan buruh migran yang terdeteksi telah tertular virus HIV/AIDS tersebut, yang saat ini masih aktif menjalani pengobatan ARV hanya tinggal sembilan orang. Sisanya tidak menjalani pengobatan lagi.
''Ada yang memang sudah meninggal dunia, tapi ada juga yang sudah pindah dari alamat semula yang kami catat. Ada yang pindah ke kota lain, tapi ada juga yang berangkat lagi sebagai buruh migran,'' katanya.
Berdasarkan wawancara terhadap para buruh migran tersebut, diketahui ada berbagai cara penularan yang dialami para buruh migran. Ada yang tertular akibat melakukan hubungan seksual saat masih berada penampungan, pemerkosaan, aktivitas seksual TKI berisiko, dan aktivitas pasangan berisiko di tempat kerja.
Untuk itu, terhadap para buruh migran yang hendak berangkat ke luar negeri, mestinya ada pelatihan khusus mengenai kemungkinan-kemungkinan mereka tertular virus HIV/AIDS. Pelatihan itu, baik mengenai kemungkinan tertular saat masih berada di penampungan di dalam negeri, atau setelah mereka berada sebagai pekerja di luar negeri.
Hal ini karena kebanyakan TKI yang tertular virus HIV/AIDS, adalah para buruh migran yang memang berasal dari kalangan masyarakat tidak mampu dengan tingkat pendidikan rendah. ''Kebanyakan mereka tidak mengerti apa itu virus HIV/AIDS, sehingga akibat ketidaktahuannya ini, saat pulang kembali ke Tanah Air mereka menulari keluarganya dengan penyakit itu,'' jelasnya.
Dari hasil penelitian yang dilakukan Tim Pusat Penelitian Gender, Anak, dan Pelayanan Masyarakat (PPGA-PM) LPPM Unsoed, diketahui bahwa suami dari isteri buruh migran, juga banyak yang memiliki perilaku seksual beresiko dan membahayakan keluarga. ''Karena ditinggal isterinya selama bertahun-tahun sebagai buruh migrant di luar negeri, para suami tersebut juga banyak memiliki perilaku seksual yang berresiko,'' jelas Hendri Restuadhi dari tim PPGA-PM LPPM Unsoed.