REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Luthfi Hasan Ishaaq, dibawa ke gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (31/1) malam. Dia diperiksa terkait dugaan suap daging di Kementerian Pertanian.
Sementara itu, Maharani, perempuan yang ikut ditangkap KPK dalam operasi di Hotel Le Meridien Jakarta, meninggalkan gedung KPK pada Kamis pukul 02.12 WIB. Maharani keluar gedung KPK dengan menundukkan kepala sambil menutupi mukanya.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka, yaitu presiden PKS yang juga anggota Komisi I DPR. Kemudian, dua direktur PT Indoguna Utama. Yaitu Juard Effendi dan Arya Abdi Effendi. Serta orang dekat Lutfi, Ahmad Fathanah.
Ahmad Fathanah bersama Maharani ditangkap KPK di Hotel Le Meridien Jakarta pada Selasa (29/1) pukul 20.20. Dari mereka didapatkan uang senilai Rp 1 miliar yang diduga akan diberikan kepada LHI.
Juard dan Arya ditangkap KPK pada Selasa, pukul 22.30 WIB di Cakung. Yaitu, setelah menyerahkan uang senilai Rp 1 miliar kepada Ahmad Fathanah di gedung PT Indoguna Utama.
Sedangkan Ahmad Fathanah ditangkap KPK di Hotel Le Meredien Jakarta pada pukul 20.20 WIB. Bersama dengan seorang perempuan bernama Maharani. Keempatnya kemudian dibawa ke gedung KPK.
KPK juga menyita barang bukti berupa uang yang dibungkus dalam tas kresek hitam senilai Rp 1 miliar. Uang itu sebagai nilai komitmen awal untuk mengamankan komitmen kuota daging sapi. Serta merupakan bagian nilai suap seluruhnya diduga mencapai Rp 40 miliar.
KPK telah menggeledah kantor PT Indoguna Utama di Jalan Taruna no 8 Pondok Bambu Jakarta Timur. Bahkan, menyita dua komputer serta sejumlah dokumen dari kantor tersebut.
Juard dan Arya diduga melanggar Pasal 5 Ayat (1) atau Pasal 13 UU Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 20/2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara.
Sedangkan Ahmad dan Lutfi diduga melanggar Pasal 12 Huruf a atau b atau Pasal 5 Ayat (2) atau Pasal 11 UU Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 20/2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP mengenai penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji terkait jabatannya.