REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Zainudin Paru, kuasa hukum Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq berpendapat kliennya akan membuka kasus dugaan suap impor daging sapi secara transparan kepada KPK.
Kepada Zainudin, Luthfi mengaku tidak terlibat dan tidak menerima suap yang disangkakan penyidik KPK.
"Semalam kami tanyakan kepada Pak Luthfi, dan beliau siap membuka kasus ini. Karena beliau mengaku tidak melakukan transaksi dengan siapapun, tidak menerima dan tidak pernah meminta suap," katanya di Jakarta, Kamis (31/1).
Tim kuasa hukum menurut Zainudin berharap, kasus yang menjerat kliennya ini murni penegakkan hukum dalam upaya pemberantasan korupsi, agar Indonesia lebih baik. Untuk itu, tim kuasa hukum Lutfhi akan fokus memperjuangkan hak hukum kliennya.
"Total jumlah tim kuasa hukum Pak Luthfi ada sembilan orang, termasuk ada Pak Muhammad Assegaf yang sudah bersedia bergabung," ujarnya.
Dalam kasus dugaan suap impor daging sapi itu, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka yaitu Presiden PKS yang juga anggota Komisi I DPR, Luthfi Hasan Ishaaq, dua direktur PT Indoguna Utama yaitu Juard Effendi dan Arya Abdi Effendi, serta Ahmad Fathanah, yang diduga orang dekat Luthfi.
KPK juga menangkap seorang perempuan bernama Maharani saat sedang bersama Ahmad Fathanah di Hotel Le Meridien, Jakarta, Selasa (29/1) pukul 20.20 WIB.
Juard dan Arya ditangkap KPK dalam operasi tangkap tangan di rumah Arya pascamenyerahkan uang Rp 1 miliar kepada Ahmad Fathanah di Gedung PT Indoguna Utama.
Uang Rp 1 miliar yang dibungkus dalam tas kresek hitam itu, diduga bagian dari suap seluruhnya yang mencapai Rp 40 miliar kepada Luthfi untuk mengamankan kuota daging sapi.
Keempatnya kemudian digiring ke gedung KPK. Namun, KPK menyatakan Maharani tidak terlibat dalam kasus tersebut dan sudah diperbolehkan pulang, Kamis (31/1) dini hari.
KPK juga menggeledah kantor PT Indoguna Utama di Jalan Taruna no 8 Pondok Bambu, Jakarta Timur dan menyita dua komputer serta sejumlah dokumen dari kantor tersebut.
Juard dan Arya diduga melanggar Pasal 5 Ayat (1) atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20/2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara.
Sedangkan Ahmad dan Luthfi diduga melanggar Pasal 12 Huruf a atau b atau Pasal 5 Ayat (2) atau Pasal 11 UU No. 31/1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20/2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP mengenai penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji terkait jabatannya.