REPUBLIKA.CO.ID, Jakarta -- Rencana pemerintah membentuk lembaga guna mengatasi pembalakan liar disambut baik oleh Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI). Namun APHI mengingatkan agar upaya ini difokuskan pada pelaku penebangan ilegal.
"Harus fokus pada penebangan ilegal, bukan pemilik izin," ujar Ketua Bidang Produksi Hutan Tanaman APHI, Nana Suparna di kantor APKINDO, Kamis (07/02).
Pelaku ilegal logging selama ini menjual kayu jauh di bawah harga pasar. Mereka tidak diharuskan membayar pungutan dari hutan alam sebesar Rp 220 ribu per kubik.
Pungutan ini memakan porsi sekitar 20 persen dari harga jual kayu pengusaha legal yang mencapai Rp 1,2 juta per kubik. "Harga kayu jualan pembalak bisa sampai Rp 400 ribu," ujar Nana.
Pembentukan lembaga ini akhirnya mendapatkan titik terang. Bulan April mendatang, DPR memastikan payung hukum pembentukan lembaga independen untuk melakukan pengawasan terhadap regulasi terkait aspek lingkungan.
"Insya allah tanggal 2 April akan disahkan undang-undangnya," ujar Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo, Kamis (07/02).
Pemerintah selama ini menginginkan kewenangan penyelidikan dan penyidikan seperti yang dimiliki Polri. Untuk itu diperlukan revisi KUHP dan KUHAP agar kebutuhan ini terakomodasi.
Revisi ini juga tidak bisa berbenturan dengan RUU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H)."Targetnya, revisi ini selesai akhir tahun," ujar politisi dari Fraksi Golkar DPR RI ini.