REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aliansi Jurnalis Independen (AJI) meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk lebih mengatur isi dan unsur dari iklan kampanye partai politik (Parpol), dan bukan hanya tarif iklan saja.
''Saya pikir, yang lebih penting untuk diatur dalam siaran iklan kampanye partai politik melalui media itu bukan tarifnya, melainkan substansi iklannya,'' ujar Eko Maryadi, Ketua Umun AJI, di Jakarta, Ahad (10/2).
Eko berpendapat, pada zaman sekarang, suatu iklan kampanye oleh partai politik sudah tidak layak lagi bila hanya menampilkan hal-hal baik tentang profil partai atau tokoh politik tanpa memberikan pendidikan politik bagi masyarakat.
''Misalnya, ketimbang iklan kampanye itu hanya 'menjual' calon yang cantik atau tampan, lebih baik iklan itu menampilkan rekam jejak. Jadi, harus ditunjukkan kebajikan apa yang pernah dilakukan si kandidat ini hingga partai mengusung dia,'' tuturnya.
Iklan-iklan kampanye politik yang beredar sejauh ini di media, lanjutnya cenderung 'memanipulasi' publik dengan hanya menyatakan bahwa partai tersebut adalah pilihan yang 'terbaik' tanpa menunjukkan bukti melalui rekam jejak.
''Semua iklan kampanye parpol cuma bilang 'partai saya adalah yang terbaik' padahal buktinya apa sih. Hal ini harus dibuktikan melalui rekam jejak mengenai apa saja yang selama ini telah dilakukan oleh partai tersebut. Tidak boleh memanipulasi masyarakat dengan hanya janji-janji agar dipilih,''jelas Eko.
Penilaian Eko, bahwa KPU dan KPI memang akan sulit membuat batasan-batasan untuk isi iklan kampanye parpol karena hal itu berkaitan dengan kreativitas rancangan suatu iklan.
Namun, dia meyakini Peraturan KPI tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) dapat digunakan untuk mengatur hal-hal apa saja yang patut dan tidak patut ditampilkan dalam iklan kampanye parpol.
''Jadi, peraturan itu bisa membatasi partai dan tokoh politik untuk tidak 'berbohong' kepada publik. Bohong itu misalnya dengan mengatakan kandidat partai itu sudah bekerja banyak untuk republik ini dan akan bekerja lebih banyak lagi bila dipilih. Ini menjadi suatu kebohongan karena belum ada pembuktian,'' terang Eko.
Lebih realistus ditekankan Eko, bahwa iklan politik seharusnya lebih bersifat realistis dan mendidik dengan mengajarkan substansi yang penting, seperti pemaparan alasan masyarakat harus ikut memilih dalam pemilu. Selain itu, dia mengimbau partai-partai politik untuk menerapkan disiplin terhadap peraturan kepada para kandidat dan anggotanya.
''Politisi itu kan diusung oleh parpol sehingga ketaatan itu harus ditunjukkan dahulu oleh parpol. Jadi kalau si kandidat melanggar peraturan maka partainya tidak boleh membela karena parpol harus menjadi contoh dan alat untuk mendidik rakyat,'' tegas Eko.