REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja menyatakan, mencabut tanda tangan dalam draf surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama Anas Urbaningrum.
Adnan ikut meneken lantaran Ketua KPK, Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK, Zulkarnain sudah terlebih dulu menandatangani sprindik tersebut. Namun setelah tahu belum digelar perkara, ia mencabut tanda tangan itu.
Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar menilai tindakan Adnan itu termasuk pelanggaran kode etik. Kalau Adnan mengaku khilaf ikut meneken draf sprindik, maka hal itu tidak bisa dibenarkan.
Apalagi, kata Akil, Adnan yang pernah menjabat sebagai anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) itu mengakui sprindik tersebut asli.
“Tindakan meneken itu sengaja atau tidak, harus disanksi. Logikanya tak masuk diakal, pimpinan KPK mencabut tanda tangan sprindik,” kecam Akil di Gedung MK, Rabu (13/2).
Akil menyarankan Penasihat KPK turun tangan menyelidiki bocornya sprindik itu. Sebagai lembaga penegak hukum yang memerangi koruptor, menurut Akil, KPK juga harus keras terhadap pelanggaran internal.
Kalau kasus pencabutan sprindik itu dibiarkan, KPK bisa berbuat seenaknya di masa akan datang dalam mempermainkan proses penegakan hukum. “Penegak hukum juga harus represif ke dalam agar lembaga tetap bagus,” kata Akil mengakhiri.