REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) tengah menyiapkan kajian intensif dalam penyusunan rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang Pengupahan.
Kajian ini dilakukan secara menyeluruh dengan melibatkan perwakilan pemerintah, pekerja dan pengusaha dan para pemangku kepentingan lainnya.
"Penetapan upah minimum Provinsi maupun Kabupaten/ Kota selalu menjadi isu yang berdampak sosial yang luas. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan pengupahan yang lebih komprehensif," kata Muhaimin Jumat (22/2).
Menurut Muhaimin faktor-faktor seperti skala upah, produktivitas kerja, kesejahteraan pekerja, inflasi, dan usulan perubahan periodesasi penetapan upah minimum menjadi bagian yang bakal dimasukkan dalam kajian isi RPP pengupahan ini.
"Selama ini kalangan pengusaha dan pekerja menginginkan revisi UU No. 13 tahun 2003. Namun hal itu belum bisa dilaksanakan karena masih mengalami deadlock dalam pembahasannya yang melibatkan Pemerintah dan DPR," kata Muhaimin.
Muhaimin menuturkan pengkajian RPP soal pengupahan ini merupakan salah satu langkah terobosan dan penyempurnaan aturan penguapan sambil menunggu dilakukan revisi terhadap UU No. 13 tahun 2003.
"Untuk itu sebelum merumuskan suatu peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan, terlebih dahulu perlu dilakukan pengkajian yang komprehensif dengan memperhatikan heterogenitas dinamika
yang terjadi di kalangan pengusaha dan pekerja/ buruh," kata Muhaimin.
RPP pengupahan yang bakal diterbitkan ini, lanjut Muhaimin, menjadi fondasi ketika stabilitas hubungan industrial membutuhkan aturan-aturan baru yang lebih interaktif dan komprehensif.
"Oleh karena itu, kami mengajak pengusaha dan pekerja/ buruh untuk duduk bersama dalam mengkaji usulan RPP pengupahan ini," kata Muhaimin.
Muhaimin mengatakan pengkajian RPP pengupahan ini diharapkan dapat mengakhiri adanya multitafsir dari serikat pekerja/ buruh dan asosiasi pengusaha dalam penetapan UM.