REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Tb Hasanuddin menilai, kasus penembakan delapan anggota TNI di Papua menunjukkan lemahnya kinerja antara aparat intelijen dan pelaksana operasi di lapangan.
"Intelijen sudah mengetahui potensi di lapangan. Namun informasi tersebut tak diimplementasikan di lapangan,’’ kata dia kepada para wartawan di Bandung, Sabtu (23/2).
Menurut Hasanuddin, seharusnya informasi yang diperoleh intelijen di lapangan tersebut kemudian dibahas dan dikeluarkan kebijakan penindakan. Ia menilai intelijen di lapangan lemah dalam menyikapi persoalan yang mengakibatkan tewasnya delapan anggota TNI.
"Ada semacam ketidak sinkronan antara intelijen dan penindakan. Saya dapat informasi intelijen di lapangan sudah tahu ada potensi gerakan ini (penembakan). Tapi kenapa tidak ada tindakan yang tegas," ujar dia.
Untuk membahas masalah ini, kata Hasanuddin, Komisi I akan menggelar rapat kerja dengan mengundang menhan, panglima TNI, dan kapolri. Ia berharap pemerintah mengambil tindakan tegas atas kasus penembakan tersebut.
Pelaku penembakan itu, kata dia, harus dicari dan diproses sesuai hukum yang berlaku. "Dalam sejarah penumpasan pemberontakan, baru kali ini ada delapan anggota TNI yang meninggal sekaligus. Ini sangat memprihatinkan, kami menyampaikan bela sungkawa atas kejadian ini," kata dia.