Selasa 26 Feb 2013 19:26 WIB

'Idealnya Setiap Koridor Transjakarta Miliki SPBG'

Rep: Rina Tri Handayani/ Red: Djibril Muhammad
Petugas kepolisian melakukan olah tempat kejadian perkara meledaknya sebuah bus TransJakarta di Stasiun Pengisian Bahan bakar Gas (SPBG) Pinang Ranti, Jakarta Timur, Kamis (20/10).
Foto: Antara/Widodo S. Jusuf
Petugas kepolisian melakukan olah tempat kejadian perkara meledaknya sebuah bus TransJakarta di Stasiun Pengisian Bahan bakar Gas (SPBG) Pinang Ranti, Jakarta Timur, Kamis (20/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) yang ideal harus ada di setiap koridor transjakarta. Jumlah SPBG yang masih minim merupakan salah satu permasalahan transjakarta selain jumlah bus dan sterilisasi.

Kepala Badan Layanan Umum (BLU) Transjakarta, Muhammad Akbar mengatakan selain satu koridor satu SPBG, di setiap pool transjakarta juga harus ada SPBG. "Ideal setiap koridor dan lokasi poll ada," ujarnya, di Balai Kota, Jakarta, Selasa (26/2).

Akbar mengatakan saat ini terdapat delapan pool transjakarta yang ada di Pinang Ranti, Perintis Kemerdekaan, Hek, Kampung Rambutan, Ceger, Cililitan, Cakung, dan Daan Mogot. Sementara itu, di Jakarta terdapat 12 koridor transjakarta. Sehingga, minimal ada 20 SPBG.

Namun, menurutnya, 20 SPBG pun masih sangat minimal. Adanya SPBG di setiap pool akan membuat bus transjakarta langsung terisi bahan bakar dan sopir bisa beristirahat.

Selain itu, dia mengaku tahun ini Pertamina akan membangun tiga SPBG di antaranya Cililitan dan Pulogadung. Namun, ke depan Pertamina akan membangun belasan SPBG sedangkan sekarang baru terdapat lima SPBG yang merupakan milik swasta.

"Kalau itu terwujud sangat membantu operasional," kata dia menjelaskan.

Akbar mengatakan kendala pembangunan SPBG memerlukan investasi. Untuk satu mesin, harganya antara Rp 15-20 miliar di luar lahan. Sehingga jika konsumen hanya dari transjakarta tidak menutup biaya operasional.

Karena itu, pemerintah perlu mendorong kendaraan lain untuk menggunakan bahan bakar gas. Selain itu, pembiayaan juga harus dari pemerintah. "Dikasih swasta tidak menarik jika cuma transjakarta," kata dia.

Selain itu, kendala pembangunan SPBG adalah sifat gas yang membuat penyaluran harus memakai pipa. Pipa tersebut disalurkan langsung dari Balongan. Pipa tersebut tanggung jawab Perusahaan Gas Negara (PGN).

Menurutnya, pemerintah tidak akan rugi membangun SPBG. Sebab, berdasarkan studi yang dilakukan, transjakarta bisa menghemat subsidi Rp 500 miliar. Hal tersebut berdasarkan hasil perhitungan transjakarta yang tidak menggunakan subsidi solar, subsidi satu liter antara Rp 1.000 hingga Rp 3.000.

Kemudian, Akbar menghitung pengguna kendaraan pribadi yang beralih menjadi penumpang transjarta sebesar 20 persen. Karena itu, juga terjadi penghematan subsidi bensin. Menurutnya, penghematan subsidi tersebut bisa dikmbalikan ke pembangunan SPBG sebagai investasi pemerintah.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement