REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR – Bencana longsor yang terjadi di jalur Puncak-Cianjur, Kabupaten Bogor, disebabkan semakin berkurangnya area hutan yang ada di kawasan Puncak.
Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan, pun meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor untuk merehabilitasi dan meninjau ulang kepemilikan lahan di kawasan puncak.
Menurutnya, area hutan di kawasan puncak telah menyusut menjadi tidak lebih dari sembilan persen. Sedangkan sisanya telah beralih fungsi menjadi pemukiman dan villa-villa. Hal ini disebabkan lahan-lahan tersebut sudah menjadi milik perorangan.
"Jadi yang sembilan puluh persen lebih itu diluar kawasan hutan. Itulah pertanggungjawaban Pemerintah Daerah," katanya saat menghadiri acara 100 tahun Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan di Bogor, Kamis (7/3).
Zulkifli menambahkan, seharusnya untuk kemiringan tertentu harus ada hutan lindung, taman nasional, ataupun kawasan konservasi. Sehingga dapat mencegah terjadinya longsor.
Sementara saat ini, area hutan yang ada di seluruh kawasan puncak hanya ada di Taman Nasional Pangrango, yang luasnya hanya sekitar 20 ribu meter persegi. "Area itu sangat kecil dibanding dengan seluruh kawasan puncak," ujarnya.
Kementerian Kehutanan, kata Zulkifli, tidak bisa begitu saja melakukan penambahan hutan. Pasalnya, tidak ada anggaran yang disediakan untuk membeli kembali lahan-lahan tersebut.
Dalam dua bulan terakhir, tercatat ada dua kali bencana longsor di kawasan puncak. Terakhir terjadi pada (9/1) silam. Longsor terjadi di daerah Rindu Alam di depan Hotel Bukit Indah.
Longsoran tanah yang menutup dua lajur di Jalur Puncak itu sempat membuat kemacetan selama berjam-jam. Bencana longsor itu diduga disebabkan tebing-tebing yang kebanyakan dibangun untuk villa dan rumah peristirahatan.