REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM---Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang lemah memerlukan hampir enam minggu untuk membentuk pemerintah baru Israel. Bahkan, dia hampir tidak bisa memenuhi batas waktu pada Sabtu. Netanyahu memenangi pemilu nasional pada bulan Januari, tapi partainya, partai sayap kanan Likud kalah dari partai-partai moderat yang sekuler yang mengajukan tuntutan-tuntutan keras.
Untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun, partai ultra-Ortodoks tidak ikut dalam pemerintahan. Analis masalah Israel Gerald Steinberg mengatakan bahwa ini berarti sebuah koalisi dengan agenda yang lebih mengenai masalah domestik, dimulai dengan mengakhiri pengecualian dalam wajib militer dan tunjangan untuk kalangan ultra-Ortodoks.
"Ini akan menangani isu-isu dalam negeri, paling tidak itulah tujuannya, dalam hal distribusi baik beban militer maupun keuangan. Jadi akan lebih mengurus isu-isu dalam negeri,” kata Steinberg seperti dilansir situs voaindonesia.
Tetapi ketika Netanyahu mengumumkan tentang kesepakatan koalisi itu, ia melihat bahwa kawasan Timur Tengah yang lebih luas sedang dalam gejolak.
Netanyahu mengatakan pemerintah baru harus menanggapi masalah keamanan utama dan tantangan-tantangan politik. Dia tidak merinci, tetapi dalam pernyataan sebelumnya, ia menyebut tantangan-tantangan itu adalah program nuklir Iran yang kontroversial, bahaya senjata kimia Suriah jatuh ke tangan kelompok-kelompok teroris Islam, dan menghidupkan kembali pembicaraan perdamaian dengan Palestina.
Netanyahu mengatakan isu Iran akan menjadi agenda utama ketika Presiden Amerika Barack Obama melawat ke Israel minggu depan.