REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pemuda Desa Adat Kuta dari 13 banjar di Bali menilai citra kawasan Kuta Bali semakin murahan di mata para wisatawan.
Turis yang datang ke sana makin beraneka dari berbagai kelas sosial dengan ragam kelakuannya. "Ini terindikasi dari kualitas turis ke Kuta, yang telah mengalami penurunan termasuk tingkah dan perilakunya," kata perwakilan Pemuda Desa Adat Kuta I Gede Ary Astina melalui pesan singkatnya, akhir pekan lalu.
Menurutnya, sudah banyak kasus memalukan dari perilaku turis yang tidak berkualitas. Contohnya, ada turis menembaki taksi, buronan Interpol kabur ke Bali, turis menusuk orang dengan senjata tajam, hingga berhubungan seksual di sekitar pura.
Dampaknya, pemberitaan internasional semakin mencitrakan daerah Kuta atau Bali sebagai kawasan dimana para turis bisa melakukan hal apa saja dengan bebas.
Pemuda Desa Adat Kuta mendesak pemerintah setempat segera membuat sistem filterisasi terhadap wisatawan yang masuk ke Kuta. Misalnya, dengan memperketat syarat-syarat bagi para turis yang akan berkunjung ke Kuta/Bali.
"Agar citra Bali khususnya Kuta tidak terlalu 'murahan' di mata turis. Karena ada kekhawatiran akan terjadi kasus-kasus rasialisme," ujar dia.
Selain itu kata dia, Pemuda Desa Adat Kuta meminta pemerintah secara serius dan intensif mengedukasi warga setempat agar tidak menjadi 'budak pariwisata'. Menurutnya, warga harus paham kalau turis yang lebih memerlukan Bali, bukan Bali yang harus mengemis kepada turis.
"Dengan harga diri yang terjaga, rasa hormat dan apresiasi akan datang dengan sendirinya. Mental budak harus dihapuskan," kata dia.