REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Beberapa kalangan menolak pengesahan RUU Ormas dengan alasan mengancam kebebasan berserikat dan berkumpul. Staf Ahli Mendagri Reydonnyzar Moenek membantah dan mengatakan, tidak ada satu pun pasal di RUU Ormas yang mengekang kebebasan berserikat atau berpotensi mengancam HAM.
Malahan, kata dia, RUU Ormas lebih lunak daripada UU 8/1985 tentang Ormas yang bisa membubarkan LSM/ormas tanpa melalui pengadilan.
Karena itu, ia mempertanyakan penolakan yang disuarakan LSM/ormas karena dianggap mengebiri aktivitas berorganisasi. “Tolong sebutkan, pasal mana yang bernuansa represif?” katanya, Selasa (19/3).
Ia menegaskan, tidak ada niat dari pemerintah, lewat RUU Ormas untuk membatasi kebebasan berserikat dan berkumpul. Pada era demokrasi dan arus informasi yang serba terbuka, kata dia, sangat tidak mungkin pemerintah bisa bertindak semena-mena, seperti jaman Orde Baru.
Reydonnyzar sangat heran dengan sejumlah LSM/ormas yang gencar menolak pembahasan RUU Ormas. Dalam praktiknya, sentil dia, mereka selalu berteriak kencang, mendesak pemerintah bersikap transparan dan akuntabel.
Ketika sekarang negara ingin memberlakukan aturan yang sama kepada mereka, malah ditolak.
“Negara selalu diminta akuntabel, transparan, terbuka. Mereka seperti mau mengatur negara,” ujarnya. Tapi, sambungnya, giliran pemerintah mau mengatur mereka agar tertib administrasi, mereka menolak mentah-mentah.