REPUBLIKA.CO.ID, PBB---Juru bicara IAEA Gil Tudor mengatakan bahwa keputusan Korea Utara untuk mengaktifkan kembali Yongbyon merupakan “perkembangan yang sangat disesalkan, dan pelanggaran nyata dari resolusi-resolusi Dewan Keamanan PBB.”
Heinonen mengatakan Korea Utara sudah pernah menghentikan dan mengaktifkan kembali reaktor riset grafit 5 megawatt sebelumnya. Pembangkit itu ditutup setelah menandatangani “Persetujuan Kerangka Kerja” pada 1994 dengan Amerika Serikat, dimana Pyongyang setuju untuk membekukan Yongbyon dengan ditukar minyak pemanas dan pembangunan reaktor air baru seperti dilansir situs voa.
Pyongyang mulai mengaktifkan lagi reaktor Yongbyon pada akhir 2002 setelah Washington menuduhnya diam-diam mengembangkan program pengayaan uranium paralel yang melanggar perjanjian 1994. Bantuan untuk Korea Utara kemudian dibekukan dan pemerintah Pyongyang menuduh AS melanggar janjinya.
Korea Utara kemudian mengusir semua inspektor dari IAEA dan pada 2003 menarik diri dari Traktat Non-Proliferasi nuklir. Pada 2006, Korea utara pada 2006 pertama kali menguji peralatan nuklirnya menggunakan plutonium dari Yongbyon. Beberapa kendala teknis menanti Korea Utara. Pada 2008 mereka menghancurkan menara pendingin reaktor Yongbyon sebagai langkah untuk meyakinkan pihak-pihak yang bernegosiasi untuk mengurangi ketegangan di semenanjung Korea.
Heinonen mengatakan Korea Utara harus membangun menara pembangun baru atau membuat pembangkit pendingin bawah tanah, seperti yang sedang dibangun di Suriah saat Israel mengebomnya pada 2007. Sumber-sumber intelijen Barat telah mengatakan bahwa Korea Utara membantu membangun reaktor Suriah, yang oleh Presiden Bashar al-Assad dikatakan bukan situs nuklir.