REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aliansi Nasional Reformasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) memberi catatan kritis atas Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP 2012 yang disusun pemerintah dan DPR.
Mereka terdiri dari Elsam, LBH Pers, Imparsial, Kontras, ICW, Wahid Institute, dan puluhan lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Deputi Direktur Elsam Zainal Abidin mengatakan, banyak pasal layak disoroti di RUU KUHP yang memuat 766 pasal. Selain memuat 15 pasal yang memuat tentang hukuman mati, banyak pasal berpotensi represif karena tidak menghormati kebebasan sipil.
Dia pun heran, mengapa tidak ada pasal khusus yang mengatur tentang penghilangan paksa. Padahal, kejahatan tersebut termasuk kejahatan luar biasa. Menurutnya, aturan penghilangan paksa layak diatur khusus di RUU KUHP demi menciptakan keadilan bagi seluruh masyarakat.
"KUHP harus memasukkan kejahatan penghilangan paksa yang harus berdiri sendiri, yang berbeda dengan penculikan," kata Zainal di Jakarta, Kamis (11/4).
Zainal menilai, RUU KUHP masih jauh dari kata layak karena banyak terjadi duplikasi pengaturan. Sehingga, ia mengimbau agar pemerintah dan DPR tidak terlalu buru-buru untuk mengesahkannya.
Meski begitu, ia mengapresiasi dicantumkannya pasal yang secara khusus mengatur tentang penyiksaan. Hanya saja di luar itu, menurut dia, perlu dilakukan evaluasi menyeluruh dalam delik RUU KUHP.