REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Wali kota Surabaya, Tri Rismaharini menilai aksi yang dilakukan oleh suporter sepak bola Persebaya, Bonek, tergolong anarkis. Selain gemuruh gendang dan sorakan yel-yel, demonstrasi tersebut juga menimbulkan asap dari kembang api mercusuar yang dinyalakan.
Berdasarkan pantauan Republika, aksi tersebut diikuti sekitar lebih dari 500 orang yang tergabung dalam Bonek. Mereka mengenakan seragam serta aksesoris berwarna hijau. Selain bernyanyi, para Bonek dalam aksinya juga memanjat pagar Kantor Wali kota Surabaya.
Puluhan anggota kepolisian, didampingi dengan petugas Satpol PP, terlihat berjaga-jaga di sekitar area tersebut. Demonstrasi berlangsung di timur kantor tersebut, tepatnya di Jalan Sedap Malam.
Awalnya, wali kota yang akrab dipanggil Risma itu mendatangi para Bonek dan mengadakan diskusi atas maksud dan tujuan aksi tersebut. Namun karena terganggu dengan teriakan-teriakan para Bonek, nada Risma sempat meninggi. Sayangnya, emosi itu disambut oleh Bonek dengan teriakan lantang ke arahnya.
Oleh karena itu, akhirnya Risma memutuskan untuk melakukan audiensi dengan para perwakilan Bonek saja. Mereka di antaranya adalah Ita dan Andie Peci. Dalam perbincangan tersebut, akhirnya Risma memutuskan untuk mengikuti kemauan para Bonek. "Asalkan tidak kembali melakukan tindakan anarkis," kata Risma.
Kedua pihak itu kemudian meraih kesepakatan, yakni larangan pada Persebaya yang bermain di Divisi Utama PT Liga Indonesia (DU) untuk bermain di lapangan Gelora Bung Tomo serta Persebaya 1927 harus diperbolehkan mengikuti unifikasi liga tahun 2014 mendatang.