Senin 15 Apr 2013 17:01 WIB

Astaghfirullah, Praktik Perdukunan Semakin Menggejala

Rep: M Akbar/ Red: Heri Ruslan
Dukun Santet
Foto: Google
Dukun Santet

REPUBLIKA.CO.ID, Banyak cara untuk bisa meraih sukses dan terkenal. Namun, tak sedikit di antara mereka yang ingin mencapai impian harus menempuh jalan pintas. Menyambangi 'orang pintar' atau dukun hingga melakukan pesugihan seakan menjadi sikap permisif yang dilakukan oleh sebagian orang yang berpikir instan.

Perseteruan Adi Bing Slamet dan Eyang Subur setidaknya telah menyiratkan kepada publik bahwa 'jalan pintas' untuk meraih sukses dan terkenal sungguh benar adanya. Adi pun sempat berkonsultasi ke Polda Metro Jaya dan melayangkan surat kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait perilaku Eyang Subur.

Walau dituduh demikian, pihak Eyang Subur menampik. Perang pernyataan di media pun mengemuka dengan berbagai bantahan dari murid Eyang Subur. Intinya, para murid itu menegaskan semua klaim sepihak dari Adi tidak benar.

Terkait hal tersebut, sejumlah aktivis mahasiswa Muslim menilai, kondisi yang ada sekarang ini merupakan cerminan dari masyarakat sakit. ''Di sana logika dan akal sehat sudah tidak lagi berjalan. Bagaimana mungkin untuk menjadi terkenal, sukses, punya jabatan, harus menggunakan paranormal. Ini sebuah indikasi atau cerminan dari masyarakat yang sakit,'' kata Ketua Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Muhammad Ilyas dalam perbincangannya dengan Republika, di Jakarta.

Alumnus Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) Jakarta ini mengatakan, meminta pendapat kepada orang bijak dan berpengetahuan tidak ada yang salah. Namun, ketika sudah meminta hal lain, seperti melapangkan kesuksesan atau harta, merupakan  sesuatu yang sangat keliru.

Ilyas menyatakan, cara semacam ini sebenarnya sudah cukup menggejala di panggung politik Tanah Air. Tak sedikit pejabat publik di negeri ini yang meminta bantuan paranormal. "Bahkan, jika dipadankan dengan perilaku korupsi yang marak di negeri ini, kategorinya sudah sama. Yakni, sama-sama merusak,'' ujarnya.

Lantas, solusi apa yang dapat diberikan kaum muda terhadap gejala semacam ini? Ilyas menegaskan, revolusi sosial dengan melakukan perubahan sikap dan perilaku menjadi hal paling mendasar yang harus ditempuh. ''Budaya bekerja keras juga harus mulai ditumbuhkan di kalangan kaum muda untuk bisa mengikis sikap-sikap semacam itu,'' ungkapnya.

Sementara itu, aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Subairi Muzaki mengatakan, kondisi yang terjadi di negeri ini merupakan cerminan telah terkikisnya nilai kebaikan di tengah sistem sosial bermasyarakat. Ia tak sepakat jika masyarakat dianggap sedang sakit.

''Rasanya tidak fair juga. Karena situasi yang terjadi ini tak lepas dari tidak adanya keteladanan dari para pemimpin di negeri ini. Akhirnya, yang terjadi adalah krisis nilai,'' katanya menjelaskan.

Subairi sudah kerap mendengar bagaimana para petinggi negeri ini harus menggunakan jasa dukun untuk mempertahankan kekuasaannya. Ia menyebut di antaranya mantan presiden Soeharto yang cukup dikenal dengan beragam sikap klenik. Padahal, kata dia, para pendahulu negeri ini ketika membangun bangsa sangat mengedepankan nilai dan etos kerja yang tinggi.

Ia juga mengatakan, rusaknya tata nilai yang terjadi di masyarakat tak lepas juga dari semakin lemahnya peran tokoh maupun organisasi masyarakat (ormas) agama untuk memainkan peran mendidik. ''Akhirnya, seperti yang terjadi sekarang. Kita sudah begitu permisif terhadap hal-hal semacam ini,'' katanya

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement