REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Aktivis perlawanan menyatakan kekejaman Pemerintah Bashar Al Assad semakin menjadi-jadi. Berdasarkan dokumentasi oposisi, serangan para loyalis Presiden Assad menyebabkan 109 warga terbunuh dan kemungkinan bertambah hingga 400 orang.
Presiden sementara Grup Koalisi Nasional Suriah, George Sabra, mengatakan jika data ini sudah benar-benar terbukti, maka peristiwa ini menjadi episode paling berdarah dari perang tujuh tahun ini. Satu hal yang ia sesalkan adalah korban kebanyakan adalah warga sipil.
Ia juga mengatakan, setelah peristiwa itu, pasukan loyalis Assad, yang disebut Shabbiha atau hantu, malah mempertontokan mayat korban di truk. Truk itu melewati jalan-jalan di Distrik Mezze, Damaskus Barat. ''Bukannya membebaskan, Orang yang disebut pemimpin Suriah ini malah mengirim pembunuh dan melakukan pembantaian,'' tutur dia.
Ketika berada di Istambul, Selasa (23/4), Sabra yang selama delapan tahun ini dihukum sebagai tahanan politik mengatakan pembantaian kini jelas kejahatan kemanusiaan. Tapi yang ia persoalkan adalah kenapa dunia internasional diam saja atas kejadian ini.
Bahkan, lanjutnya, SNC menyatakan dalam surat terbuka bahwa Suriah sudah tak lagi butuh jawaban atas permintaan bantuan kepada saudara dan tetangga kami (negara lain). Mereka juga sudah tak mengharapkan bantuan senjata untuk memperkuat pasukan pembebasan Suriah.
Kantor berita pemerintah suriah, SANA menyebutkan perang lima hari di Jdeidet Al Fadel adalah kekalahan besar bagi ''teroris''. Pasukan Suriah berhasil membunuh dan menghancurkan artileri dan senjata mereka. Tak disebutkan berapa jumlah yang terbunuh dalam kejadian perang tersebut.