REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Sikap keras kepala dan tidak mau mengalah dua negara di Semenanjung Korea masih berlanjut. Pemerintahan di Seoul kembali mencampakkan proposal syarat dari Pyongyang. Korea Selatan menganggap rezim sosialis-komunis di utara, semakin tidak masuk akal.
''Permintaan Korut benar-benar tidak bisa kami mengerti, dan tidak adil,'' kata Juru Bicara Kementerian Unifikasi Korsel Kim Hyung-seok seperti dilansir kanal berita Aljazirah, Senin (6/5).
Seoul malah balik mengeluarkan ''ancaman politik'' agar otoritas tertinggi di Pyongyang membuka Kaesong. Persoalan pelik di Semenanjung Korea kian membuat adu mulut dua Korea semakin kencang. Militer di Pyongyang masih mempertahankan keadaan negaranya dalam situasi perang sejak Maret lalu.
Walau ancaman Perang Korea jilid dua ini tampak menurun. Tapi masih menyisakan pertengkaran bagi keduanya. Sebab, Korea Utara masih menutup kawasan industri Kaesong. Kawasan di wilayah Korea Utara ini menjadi simbol reunifikasi dua Korea dalam bidang ekonomi dan kemiskinan.
Kaesong merupakan kawasan kerja sama industri dua negara petikai. Letaknya masuk dalam wilayah teritorial Korea Utara. Tapi investor dan pelaku usahanya adalah kepunyaan Korea Selatan. Ditempat ini, terserap sekira 53 ribu tenaga kerja asal Korea Utara di 120 perusahaan milik Korea Selatan.
Pyongyang sepihak menutup zona demiliterisasi itu sejak April. Penutupan lantaran kekesalan Pemimpin Tertinggi Korea Utara Kim Jong-un kepada Seoul karena ikut membantu Amerika Serikat (AS) dalam pemberian sanksi internasional terhadap Pyongyang atas aktivitas nuklirnya pada Desember 20012 dan Februari 2013 lalu.
Korea Utara marah dan mengultimatum Korea Selatan dengan ancaman perang. Kemarahan Korea Utara semakin jadi setelah armada militer Paman Sam menyambangi Perairan Korea untuk latihan perang bersama militer Korea Selatan. Bagi Korea Utara latihan perang di dekat wilayahnya adalah tindakan provokasi ancaman.