REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Luthfi Hasan Ishaaq mengaku tidak mengetahui perkembangan kasus yang menjeratnya, termasuk penyegelan lima mobil di kantor DPP PKS.
"Saya di Guntur tidak nonton TV, tidak baca koran, tidak tahu berita. Jadi, kami di Guntur putus dari dunia luar," kata Luthfi usai menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu (8/5).
Pada Selasa (7/5), KPK melakukan penyegelan terhadap lima mobil yang diduga terkait dengan Luthfi Hasan, yaitu Volkswagen Carravelle dengan nomor polisi B 948 FRS yang dimiliki atas nama Ali Imron, yaitu ajudan Luthfi. Kemudian, Mazda CX9 nomor polisi B 2 MDF atas nama Luthfi dan Toyota Fortuner B 544 FRS atas nama orang dekat Lutfhi, yaitu Ahmad Zaky, serta dua mobil yang belum diverifikasi nomor polisinya, yaitu Nissan Navara dan Pajero Sport.
Penyegelan dilakukan karena penyidik KPK tidak dapat menyita mobil-mobil yang dijaga oleh sejumlah orang di kantor DPP PKS di Jalan T.B. Simatupang Jakarta Selatan. "Saya tidak tahu apa-apa, saya tidak tahu apa yang terjadi karena di Guntur tidak ada," tambah Luthfi.
Artinya, Lutfhi juga tidak mengetahui orang dekat Luthfi, yaitu Ahmad Zaki, kabur dari petugas KPK saat bersama-sama penyidik datang ke kantor DPP PKS untuk menyita mobil.
Selain menyegel lima mobil yang diduga terkait Luthfi, KPK juga telah menyita dua mobil lain, yaitu Toyota FJ Cruiser nomor polisi B 1230 TJE pada hari Jumat (3/5) dan mobil Toyota FJ Cruiser nomor polisi B 1330 SZZ. KPK juga masih menelusuri aset Luthfi lain, yaitu sebidang tanah di Bogor dan rumah di Batu Ampar.
Dalam kasus suap impor sapi, KPK telah menetapkan lima orang tersangka, yaitu Luthfi Hasan Ishaaq, Ahmad Fathanah, dua orang direktur PT Indoguna Utama yang bergerak di bidang impor daging, yaitu Juard Effendi dan Arya Abdi Effendi, serta Direktur Utama PT Indoguna Utama Maria Elizabeth Liman.
Fathanah bersama Lutfi Hasan disangkakan melanggar Pasal 12 Huruf a atau b atau Pasal 5 Ayat (2) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP mengenai penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji terkait dengan kewajibannya. Keduanya juga dikenai pasal pencucian uang dengan sangkaan melanggar Pasal 3 atau Pasal 4 atau Pasal 5 UU No. 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Elizabeth, Juard, dan Arya Effendi diduga melanggar Pasal 5 Ayat (1) atau Pasal 13 UU No. 31/1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20/2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara. Juard dan Arya ditangkap KPK setelah menyerahkan uang senilai Rp1 miliar kepada Fathanah. KPK sudah menyita uang tersebut yang merupakan bagian nilai suap yang seluruhnya diduga mencapai Rp 40 miliar dengan perhitungan 'commitment fee' per kilogram daging adalah Rp5.000 dengan PT Indoguna meminta kuota impor hingga 8.000 ton.
Mentan Suswono, Luthfi Hasan Ishaaq, Ahmad Fathanah, Maria Elisabeth Liman pernah bertemu pada tanggal 11 Januari di Hotel Aryaduta Medan untuk membahas kuota impor daging sapi.