REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) memastikan keakuratan jumlah penerima bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) sebanyak 15,5 juta rumah tangga sebagai kompensasi dari rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Hal ini disampaikan Kepala BPS Suryamin saat ditemui di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Senin (13/5).
Menurut Suryamin, data tersebut berasal dari hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) yang dilakukan oleh BPS. "Dan itu sudah disampaikan ke TNP2K (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan). Itu yang dipakai untuk BLSM," ujar Suryamin.
Suryamin menyatakan data yang disampaikan itu dikumpulkan BPS pada medio 2011. Sehingga jika dipakai pada tahun ini, tentu akan ada perubahan dan dibutuhkan verifikasi. "Itu nanti yang menangani adalah TNP2K," kata Suryamin.
Secara rinci, Suryamin menjelaskan, 40 persen masyarakat terbawah di Tanah Air jika dilihat dari pengeluarannya berjumlah 25,2 juta rumah tangga. Jadi, kalau penerima BLSM berjumlah 15,5 juta rumah tangga dari total tersebut telah cukup banyak.
"Jadi dari 25,2 juta rumah tangga itu ada yang miskin, hampir miskin dan tidak miskin. Tinggal diurutkan saja," ujarnya.
Suryamin memastikan keakuratan survei yang dilakukan BPS 2011 silam. Sebab dari metodologi, berawal dari hasil penduduk, kemudian dihitung berapa pengeluaran rumah tangga. Setelah dilakukan pemeringkatan diperoleh jumlah 25,2 juta rumah tangga.
Jika harga BBM naik dari Rp 4.500 menjadi Rp 6 ribu per liter, pemerintah berencana memberikan kompensasi berupa BLSM senilai Rp 150 ribu per bulan.
Penerimanya tak kurang dari 15,5 juta rumah tangga dengan durasi selama empat hingga lima bulan. Sebanyak 15,5 juta rumah tangga setara dengan 62 juta orang atau sekitar 25 sampai 30 persen penduduk Indonesia.