Selasa 21 May 2013 16:20 WIB

MK: LSM Berhak Ajukan Praperadilan

Gedung Mahkamah Konstitusi
Foto: Republika/Yasin Habibi
Gedung Mahkamah Konstitusi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Mahkamah Konstitusi memutuskan lembaga swadaya masyarakat (LSM) berhak mengajukan praperadilan setelah mengabulkan pengujian Pasal 80 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

"Mengabulkan permohonan pemohon," kata Ketua Majelis Akil Mochtar saat membacakan putusan di Jakarta, Selasa.

Pasal 80 UU Hukum Acara Pidana berbunyi: "Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya."

Akil mengungkapkan bahwa frasa "pihak ketiga yang berkepentingan" dalam Pasal 80 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "termasuk saksi korban atau pelapor, lembaga swadaya masyarakat, atau organisasi kemasyarakatan".

Dalam pertimbangannya, Mahkamah menyatakan interpretasi mengenai pihak ketiga dalam pasal a quo tidak hanya terbatas pada saksi korban atau pelapor saja, tetapi juga harus mencakup masyarakat luas yang dalam hal ini bisa diwakili oleh perkumpulan orang yang memiliki kepentingan atau tujuan yang sama, yaitu memperjuangkan kepentingan umum (public interest advocacy).

"Seperti lembaga swadaya masyarakat atau organisasi masyarakat lainnya karena pada hakikatnya KUHAP adalah instrumen hukum untuk menegakkan hukum pidana. Hukum pidana adalah hukum yang ditujukan untuk melindungi kepentingan umum," kata Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva saat membacakan pertimbangan.

Selain itu, Mahkamah menilai peran serta masyarakat, baik perorangan warga negara maupun perkumpulan orang memiliki kepentingan dan tujuan yang sama untuk memperjuangkan kepentingan umum sangat diperlukan dalam pengawasan penegakan hukum.

Pengujian UU ini diajukan oleh Bonyamin dan Supriyadi dari Perkumpulan Anti-Korupsi Indonesia (MAKI).

Pemohon mempersoalkan frasa "pihak ketiga yang berkepentingan" dalam pasal itu karena terbatas hanya pada saksi korban atau pelapor.

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement