REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa kasus simulator uji klinik pengemudi Irjen Pol Djoko Susilo, keberatan jika anak dan istrinya hadir menjadi saksi dalam persidangan.
Menurut salah satu kuasa hukumnya, Juniver Girsang, ketiga istri Djoko yakni Suratmi, Mahdiana dan Dipta Anindita telah mengajukan keberatan atas hal tersebut. Pun dua anak Djoko, yaitu Eva Susilo Handayani dan Poppy Femialya.
Nama kelimanya masuk dalam surat dakwaan yang dihadirkan dalam persidangan. "Yang dipanggil bisa mengajukan keberatan diperiksa," kata Juniver di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta, Jumat (14/6).
Berdasarkan ketentuan hukum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP), saksi yang memiliki hubungan keluarga dengan terdakwa, memang diperbolehkan untuk tidak bersaksi dalam persidangan.
Penasehat hukum Djoko juga sempat menyerahkan surat permohonan keberatan kepada majelis hakim, guna membuktikan kliennya menyatakan keberatan. Namun, Hakim Ketua Suhartoyo masih perlu mempertimbangkan alasannya dan meminta istri serta anak Djoko terlebih dahulu hadir dalam persidangan.
"Akan kami pelajari keterkaitannya. Kami minta saksi dihadirkan terlebih dahulu," ujarnya.
Agenda sidang Jumat ini adalah mendengarkan keterangan saksi-saksi untuk membuktikan dakwaan pencucian uang dalam kasus simulator SIM. Ada tujuh saksi yang dihadirkan, akan tetapi, sebelum semuanya bersaksi terjadi insiden mati lampu, sehingga sidang ditunda hingga Selasa (18/6) mendatang.
Dalam perkara ini, Djoko diancam pidana berdasarkan pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 tahun 2001 tentang perubahan ataas UU No 31 tahun 1999 Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1) KUHP. Ancaman pidana atas perbuatan tersebut adalah pidana penjara 4-20 tahun dan pidana denda Rp200 juta hingga Rp1 miliar.
Sementara pasal subsider berasal dari pasal 3 jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 tahun 2001 tentang perubahan ataas UU No 31 tahun 1999 Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1) KUHP. Ancaman pidana atas perbuatan tersebut adalah pidana penjara 1-20 tahun dan pidana denda Rp50 juta hingga satu miliar rupiah. Proyek pengadaan 'driving' simulator uji klinik pengemudi roda dua dan roda empat itu dilakukan pada tahun anggaran 2011.