REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia melakukan kerja sama bidang hukum dengan Papua Nugini, terutama dalam kaitannya dengan proses ekstradisi. Dengan adanya perjanjian ini diyakini akan memudahkan proses hukum termasuk proses ektradisi WNI yang kabur ke negara tersebut.
Jaksa Agung, Basrief Arief menegaskan perjanjian tersebut akan sangat memudahkan proses ektradisi. “Dengan adanya perjanjian itu lebih memudahkan kita melakukan ekstradisi, siapapun,” katanya saat ditemui di Istana Merdeka, Senin (17/6).
Salah satu kasus hukum yang melibatkan kedua negara yakni Djoko Tjandra yang merupakan terdakwa kasus hak tagih Bank Bali pada 1999. Ia meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusuma di Jakarta ke Port Moresby, Papua Nugini, pada 10 Juni 2009.
Kepergiannya itu hanya berselang satu hari sebelum Mahkamah Agung memutuskan perkaranya. Mahkamah Agung menyatakan Djoko Tjandra bersalah dan harus membayar denda Rp 15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 54 miliar dirampas untuk negara. Djoko pun dikabarkan telah menjadi warga negara setempat sejak pertengahan 2012.
Basrief mengatakan perjanjian ekstradisi dengan Papua Nugini akan ditindaklanjuti oleh kementerian teknis dan juga Kejaksaan Agung. Menurutnya, dengan adanya MoU akan lebih mudah prosesnya. Untuk kasus Djoko Tjandra, ia mengatakan akan ada tim khusus.