REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Kehutanan (Kemenhut) bersama Kementerian Lingkungan Hidup tengah menyelidiki perusahaan yang diduga menyebabkan kebakaran hutan di Sumatra.
Jika pelanggaran ini terbukti, perusahaan tersebut bisa dicabut izinnya. Sanksi yang juga bisa diberikan yaitu denda Rp 5 miliar atau kurungan penjara selama 10 tahun bagi pemilik perusahaan.
"Mereka pasti akan dipanggil. Dan kalau terbukti di pengadilan bersalah, akan dicabut izinnya," ujar Sekertaris Jenderal Kemenhut Hadi Daryanto, Kamis (20/6).
Hasil pantauan satelit NOAA sebagian besar titik api berasal dari lahan kebun dan Hutan Tanaman Industri milik perusahaan Malaysia. Dari sekitar 100 titik api, sebanyak 80 persen terdapat di areal dan perkebunan. Sisa 20 persen titik api berasal dari hutan.
Salah satu perusahaan yang dipantau satelit NOAA yaitu PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Direktur PT. RAPP, Mulia Nauli mengatakan bahwa perusahaan yang dipimpinnya selalu berkoordinasi dengan instansi terkait perihal pencegahan dan pemadaman kebakaran termasuk peninjauan ke lapangan.
Ia pun tidak memberikan jawaban jelas ketika Republika bertanya apakah bersedia bekerjasama dengan pemerintah apabila perusahaannya dimintai keterangan.
"RAPP telah berinvestasi lebih dari 1,5 juta dollar untuk peralatan pengelolaan hutan tanpa bahan bakar termasuk melakukan pelatihan-pelatihan," ujarnya saat dihubungi Republika, Kamis (20/6).
Sebelumnya Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengatakan tidak mudah mematikan api di lahan gambut. Menhut juga mempersilakan negara lain untuk membantu memadamkan api lebih cepat. "Tapi tentu tanggung jawab paling depan adalah pemilik perkebunan," ujar Menhut ditemui kemarin.