REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Pol Martinus Sitompul membantah adanya pengunjuk rasa yang tertembak dalam aksi menolak keberadaan perusahaan tambang pasir besi PT Megatop di Kampung Sukapura Kecamatan Cidaun, Kabupaten Cianjur, Selasa (25/6).
Namun, dia mengakui ada tiga warga yang mengalami luka-luka saat terjadi bentrokan antara polisi dan pengunjukrasa. "Mereka hanya luka-luka ringan karena terlibat bentrokan dengan polisi," kata Martinus kepada Republika.
Martinus mengatakan ketiga korban yang mengalami luka ringan sempat dibawa ke Puskesmas setempat namun kemudian diperbolehkan pulang. Dalam aksi unjuk rasa tersebut melibatkan sekitar 800 massa dan LSM Penjara.
Disampaikan Martinus, para pengunjuk rasa menolak kegiatan penambangan pasir besi di wilayahnya karena dianggap merusak lingkungan. Aksi unjuk rasa tersebut berlangsung sekitar pukul 11.00 WIB. Ratusan massa dari berbagai desa di sekitar kantor PT Megatop mendatangi lokasi tersebut
Awalnya, massa berunjuk rasa dengan tertib dan menyampaikan aspirasinya melalui orasi. Beberapa saat kemudian aksi tersebut berlangsung anarkis. Ratusan massa melempari kantor perusahaan tersebut dengan batu. Tak hanya itu, bagunan gedung perusahaan tersebut juga dibakar massa.
"Dalam mengamankan aksi tersebut, polisi hanya dilengkapi gas air mata dan peluru karet. Tidak ada peluru tajam dan tidak ada penembakan terhadap pengunjuk rasa," ujarnya.
Dikatakan Martinus, tiga korban yang mengalami luka- luka yaitu Tibyan (23 tahun) warga Kampung Cikaso, Desa Sukapeda, Kecamatan Cidaun, Asep (29h warga Cibuntu, Desa Cisalak, Kecamatan Cidaun, dan Mustifa (30) warga Kampung Cipangkalan, Desa Sukapura, Kecamatan Cidaun.
Ketiganya hanya mengalami luka lecet dan memar. "Tidak ada luka tembak seperti isu yang berkembang," kata Martinus menegaskan.