REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah, Gungun Heryanto mengkategorikan Indonesia Corruption Watch (ICW) sebagai gerakan political tracking. Gerakan ini biasanya bertujuan menelusuri rekam jejak sejumlah orang, terutama calon politisi yang akan jadi pejabat publik.
"Data ICW itu sesungguhnya bisa dijadikan semacam rujukan atau indikator referensi bagi pemilih agar tak salah memilih wakil mereka esok di pemilu," kata Gungun, Senin (1/7).
Seharusnya, kata dia, data ICW itu juga sampai pada basis-basis calon konstituen caleg yang mereka tuduh tidak propemberantasan korupsi. Sebab efektifitas data itu tidak akan optimal. Menurut Gungun rilis yang dikeluarkan ICW tergolong berisiko dari sisi hukum.
Dia mengatakan jika ICW tidak memiliki bukti kuat atas apa yang mereka asumsikan, bukan tidak mungkin ICW dimejahijaukan. "Harus dengan catatan rilis ICW ditunjang data-data kuat. Jangan sampai mudah dipatahkan karena datanya yang tak valid," katanya.
Sebelumnya, ICW mengeluarkan daftar polisi yang dianggap tak propemberantasan korupsi. Ada 36 nama yang mereka sampaikan. Daftar caleg yang diragukan komitmen pemberantasan korupsi itu pernah disebut dalam persidangan menerima sejumlah uang. Selain itu ada yang mantan terpidana kasus korupsi dan karena ingin membubarkan lembaga khusus seperti KPK.