Rabu 10 Jul 2013 09:06 WIB

50 Tahun Petisi Hak Ulayat Aborigin

Red:
Petisi Ulayat Aborigin
Petisi Ulayat Aborigin

CANBERRA -- Komunitas Yirrkala di daerah East Arnhem Land, Australia utara, hari ini merayakan setengah abad penandatanganan petisi bersejarah yang membuka jalan bagi usaha untuk mengakui hak ulayat warga Abirigin.

Petisi tersebut dicetuskan di tahun 1963, dan ditulis di kulit kayu, untuk memrotes pemerintah federal Australia yang mengosongkan lahan 300 kilometer persegi di Arnhem Land. Tindakan pemerintah itu dimaksudkan supaya kandungan bauksit yang ditemukan di sana dapat ditambang.

Bakamumu Marika, ketua Rirratjingu Aboriginal Corporation dan putra dari salah seorang penandatangan petisi mengatakan, ia masih kecil waktu itu, tapi ia ingat  semangat dan keberanian para pemimpin suku yang memperjuangkan hak ulayat mereka.

Koordinator perayaan Pekan NAIDOC (untuk merayakan sejarah, budaya dan prestasi warga Aborigin dan Selat Torres), Rosealee Pearson mengatakan, apa yang dicapai oleh para pemimpin aborigin waktu itu, sungguh luar biasa. Ketika itu mereka bahkan belum memiliki hak untuk ikut dalam pemilu.

Petisi kulit kayu dihiasi dengan gambar semua yang terancam oleh pertambangan - dari ular sampai gundukan pasir.

 

Petisi itu adalah dokumen tradisional pertama yang diakui oleh Parlemen Australia.

Pearson mengatakan, kombinasi bentuk komunikasi tradisional dan modern membantu menjembatani jurang perbedaan antara dua kultur pada waktu itu.

Kendati tidak mencapai perubahan konstitusi yang diinginkan, namun petisi itu menjadi pemicu gerakan bagi pengakuan hak kaum aborigin dalam hukum Commonwealth.

Tidak sampai lima tahun kemudian, sebuah referendum diselenggarakan dan Konstitusi Australia diubah untuk memungkinkan kaum aborigin Australia berpartisipasi dalam pemilu nasional.

Tidak sampai 10 tahun setelah itu, Undang-Undang Hak Ulayat Aborigin Wilayah Utara Australia disahkan.

Sementara Australia memperingati setengah abad gerakan petisi itu, komunitas Yirrkala juga melihat ke depan.

"Kita harus membawa warisan ini lebih jauh ke depan dan melihat apakah Australia dapat mengakui kaum aborigin dalam Konstitusi Australia," kata Marika.

Ia dan anggota-anggota komunitas berencana melobi Perdana Menteri Kevin Rudd.

Rudd mengatakan, ia percaya pengakuan aborigin dalam Konstitusi dapat tercapai di bawah pemerintah Partai Buruh kalau terpilih kembali dalam pemilu mendatang.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement