REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aksi unjuk rasa yang terjadi pada Kamis (11/7) lalu di ruas tol Cikampek KM 44 membuat aktivitas para pengguna jalan harus terganggu. Tak ayal, kemacetan pun tercipta, mengular hingga lebih kurang 40 kilometer panjangnya.
Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat (Jabar) selaku satuan aparat yang wilayahnya banyak terdapat ruas jalan tol menegaskan, aksi tersebut sebenarnya tak dapat ditolerir.
Pasalnya, selain mengganggu ketertiban umum, sejumlah kepentingan Negara pun ikut terkorbankan seperti, vakumnya geliat ekonomi untuk beberapa saat.
Meksi demikian, Kapolda Jabar Irjen Suhardi Alius menegaskan, kepolisian tidak akan sampai menggunakan cara kekerasan dalam menghadapi aksi massa yang berdemo di jalan tol. Dia mengaku masih ada cara lain untuk tetap menjaga ketertiban tanpa harus menimbulkan masalah baru.
“Berdialog dan menekankan pendekatan, kami yakinkan kemarin kepada massa agar aksi serupa jangan sampai diulang,” ujar Suhardi kepada Republika dihubungi dari Jakarta Jumat (12/7).
Walaupun belum ada penahanan pada pelaku aksi yang massanya didominasi oleh ratusan petani ini, Suhardi menegaskan, polisi tetap akan mengedepankan jalur hukum.
Dia berujar, bentuk negosiasi yang kemarin berhasil membubarkan massa dengan tertib laiknya menjadi cermin bagi masyarakat luas. Dia mengatakan, polisi memiliki batasan yang tidak akan selalu menjadikan dialog sebagai opsi menertibakan para pendemo.
“Kami paham, aspirasi tentu layak untuk disampaikan, namun beberapa hal tetap harus dipatuhi oleh masyarakat. Ada koridor yang sebaiknya dipegang teguh dalam berunjuk rasa, cara kemarin (berdemo di tol) tentu salah. Mudah-mudahan itu tidak terulang, karena (selanjutnya) kami pasti akan menegakan hukum,” papar jenderal bintang dua ini.