REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Peluru tajam sepanjang 2,5 centimeter masih bersarang di bagian ujung dekat mata kanan (Sinus Maxilaris Dextra) Dea Chantika Rahmasari. Lukanya berdiameter sekitar dua centimeter.
"Peluru tersebut tampak jelas ketika dilakukan pemeriksaan dengan MSCT (Multi Slice CT Scan), letaknya agak miring dan pelurunya masih utuh, karena merupakan peluru tajam dari senjata laras panjang yang merupakan senjata standar organik," kata Kepala Bagian Hukum dan Humas RSUP Dr Sardjito Trisno Heru Nugroho pada wartawan, di ruang kerjanya, Jumat (19/7).
Hasil pemeriksaan dengan MSCT tersebut akan disampaikan kepada tim yang menangani Dea yang terdiri dari dokter spesialis mata, dokter spesialis, dokter spesialis bedah saraf dan dokter spesialis bedah plastik.
"Kami berharap supaya segera dilakukan operasi untuk pengambilan peluru, supaya jangan sampai terjadi infeksi lebih lanjut. Karena peluru tersebut mengenai tulang dan sekali tulang terkena infeksi sulit untuk mengatasinya. Mudah-mudahan besok sudah bisa dilakukan operasi," ungkap Heru.
Dikatakan Heru, penanganan terhadap Dea diharapkan tidak hanya sekadar pengambilan peluru, melainkan dilakukan tindak lanjut dengan bedah plastik. Supaya operasinya tidak meninggalkan bekas yang mencolok.
Apalagi pasiennya seorang perempuan. Kalau dilakukan bedah plastik, nanti bekasnya hanya seperti garis.
Menurut dia, luka terkena peluru itu kalau dari aspek medik merupakan luka yang serius.
"Untuk pembiayaan, kata ayah pasien akan ditanggung Kapolres Banyumas. Dari pihak rumah sakit mengucapkan terima kasih kalau Kapolres Banyumas mau mnanggung biaya perawatan Dea. Karena bapak Dea yang bekerja sebagai wiraswasta sebelumnya mengaku bingung kalau harus mngeluarkan semua biaya perawatan Dea," tuturnya.
Untuk biaya pengeluaran peluru diperkirakan menghabiskan biaya sekitar Rp 15 juta, tetapi belum termasuk bedah plastik.