REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekira satu juta penduduk Jakarta masih buang air besar (BAB) sembarangan.
"Ini biasanya adalah penduduk yang menetap di bantaran kali-kali yang melintasi kota Jakarta, ditambah penduduk yang memiliki prioritas kecil pada sanitasi," kata Direktur Permukiman dan Perumahan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Nugroho Tri Utomo saat jumpa pers 'World Toilet Summit 2013' di Jakarta, Senin (22/7).
Nugroho mengemukakan, kebiasaan itu berawal dari masyarakat yang sejak dulu beranggapan masalah sanitasi adalah urusan pribadi, meskipun hal tersebut menjadi masalah global.
Berdasarkan data World Toilet Organization sekitar 40 juta penduduk Indonesia masih melakukan praktik BAB sembarangan. Produksi limbah manusia tersebut diperkirakan mencapai sekitar 11 ribu ton tinja per hari yang tidak diolah dengan semestinya. "Itu kira-kira setara sebanyak 3.500 gajah sumatera," jelas Nugroho.
Sementara limbah yang berasal dari pembuangan urine secara sembarangan dan tidak diolah dengan benar, diperkirakan mencapai angka 140 ribu meter kibik atau setara dengan 28 ribu tangki bahan bakar minyak.
"Seperti yang saya singgung tadi, di Jakarta sejuta orang buang air di sungai-sungai, menjadikan air kali itu sebagai limbah," papar Nugroho.
Padahal, air sungai di ibu kota merupakan salah satu bahan baku air minum di Jakarta. "Oleh sebab itu saya tidak heran bila 35 persen kematian balita disebabkan oleh diare. Ini salah satunya akibat sanitasi yang buruk," tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, Naning Adiwoso dari Asosiasi Toilet Indonesia mengungkapkan, hingga kini akses sanitasi sehat baru bisa dinikmati 55 persen penduduk Indonesia.
Naning memaparkan, toilet umum baik di bandara, pusat perbelanjaan dan stasiun pengisian bahan bakar umum pun, kebanyakan belum memenuhi standar sanitasi yang sehat. "Sanitasi yang tidak sehat berpotensi menimbulkan berbagai macam penyakit," ucap Naning.